Thursday, June 14, 2018

[Travel Writing Mash-Up] Gili Keadilan di Bali dan Lombok

Dalam bahasa Bali dan Lombok, “gili” berarti pulau kecil, dan di antara gili-gili yang ada, gili yang paling terkenal adalah Gili Trawangan. Namun ternyata yang disebut “gili” tidak melulu pulau-pulau kecil yang berada di tengah laut. Baik Bali maupun Lombok memiliki gili yang terletak di tengah pulau, dan bisa dikatakan keduanya berfungsi sebagai “Gili Keadilan”.

Taman Gili Kerta Gosa 
Terletak di Kota Semarapura, 40 km di sisi timur Kota Denpasar, Taman Gili Kerta Gosa semula merupakan bagian dari Kompleks Keraton Semarapura atau keraton Kerajaan Klungkung. Dibangun pada tahun 1686 oleh raja pertama Kerajaan Klungkung Ida I Dewa Agung Jambe, saat ini Kompleks Keraton Semarapura nyaris tak bersisa akibat dihancurkan saat perang puputan Klungkung tahun 1908, hanya menyisakan Taman Gili Kerta Gosa dan Pemedal Agung (Gapura Keraton Semarapura).

Lukisan Kamasan di langit-langit bangunan
Taman Gili Kerta Gosa terdiri dari dua bangunan utama, yaitu Bale Kerta Gosa dan Bale Kambang. Kedua bangunan tersebut memiliki ciri arsitektur tradisional Bali yang sangat kental. Keunikan dari kedua bangunan ini adalah di langit-langitnya yang dihiasi lukisan tradisional Bali gaya Kamasan. Semula lukisan ini terbuat dari kain dan parba. Pada tahun 1930, langit-langit ini diganti dengan bahan yang lebih awet, kemudian lukisan tersebut direstorasi sesuai gambar aslinya. Restorasi yang dilakukan para seniman lukis Kamasan tersebut baru selesai pada tahun 1960.

Kursi untuk pengadilan adat
Bale Kerta Gosa yang terletak di sudut kompleks berfungsi sebagai tempat pengadilan tradisional yang dipimpin oleh raja sebagai hakim tertinggi. Fungsi ini sangat terkait dengan kisah yang ditampilkan pada lukisan di langit-langit bangunan, yaitu kisah Tantri Kamandaka serta hukuman karma phala (akibat dari baik-buruknya perbuatan manusia). Ketika kerajaan Klungkung ditaklukan oleh Belanda, Kerta Gosa masih digunakan sebagai balai pengadilan adat. Saat ini di dalam bangunan tersebut dapat dilihat replika kursi dan meja dari kayu berukir yang digunakan untuk pengadilan adat tradisional di masa lalu. Balai Kerta Gosa juga menyimpan jejak hubungan kerajaan Bali dengan dunia internasional di masa lampau, dengan adanya patung orang Portugis, Belanda, dan Cina. Inilah bukti bahwa Kerajaan Klungkung telah menjalin kerjasama dengan bangsa-bangsa tersebut sejak masa lalu, jauh sebelum Bali dikuasai oleh pemerintah kolonial Belanda.

Bale Kambang
Sedangkan Bale Kambang merupakan bangunan pendopo yang terletak di Taman Gili atau pulau diatas kolam teratai. Bale ini berfungsi sebagai tempat pertemuan, jamuan makan, atau tempat upacara keagamaan. Lukisan-lukisan yang terdapat di langit-langit Bale Kambang serupa dengan lukisan di atas Bale Kerta Gosa, namun temanya lebih kepada tata cara kehidupan masyarakat Bali, tata cara upacara, serta kisah Sutasoma yang melawan Purusadha. Di sepanjang dinding jembatan menuju Bale Kambang terdapat patung-patung yang menggambarkan tokoh-tokoh dari kisah pada lukisan di langit-langit.

Pamedalan Agung
Antara Bale Kambang dengan Museum Semarajaya terdapat Gapura Pemedalan Agung yang merupakan sisa gapura Keraton Semarapura. Semula gapura ini merupakan pintu gerbang masuk ke Jeroan Puri atau tempat tinggal raja dan keluarganya. Walau hanya berupa pintu gerbang, Pemedalan Agung tersebut disucikan sehingga hanya mereka yang akan beribadah yang bisa memasuki area dekat gerbang tersebut.

Taman Mayura 
Dari Klungkung kita menyeberang Selat Lombok menuju Taman Mayura di Kecamatan Cakranegara, Kota Mataram. Kompleks Taman Mayura pertama kali dibangun oleh Raja Anak Agung Made Karangasem pada tahun 1744, ketika kerajaan Karangasem menguasai sebagian Lombok Barat. Tempat ini diperuntukkan sebagai Istana Musim Hujan dengan nama Taman Istana Kelepug, di mana nama “Kelepug” berasal dari bunyi air yang mengalir dan jatuh di kolam istana.


Pura Kelepug
Tahun 1866, atas perintah Raja Anak Agung Ngurah Karangasem, taman ini direnovasi, dan berganti nama menjadi Taman Mayura. Nama “Mayura” berasal dari kata Mayora, yang dalam bahasa Sansekerta berarti burung merak. Burung merak ini didatangkan dari Makassar untuk mengusir ular berbisa, yang pada saat itu berkeliaran di sekitar taman dan mengganggu aktivitas umat dalam beribadah.

Raad Kerta
Primadona dari Taman Mayura adalah Bale Kambang yang terletak di atas pulau kecil (gili) di atas kolam. Bale Kambang ini dikenal dengan nama Rat Kerte, yang berasal dari kata Raad Kerta (Raad Van Kerta), yaitu nama lembaga hukum adat Hindu. Bale Kambang ini dulu berfungsi sebagai tempat musyawarah atau ruang sidang pengadilan milik istana kerajaan Karangasem di Lombok.

Gerbang Biru untuk masuk ke Raad Kerta
Untuk memasuki Raad Kerta pengunjung harus melalui sebuah gerbang indah yang dikawal sepasang dwarapala. Gerbang ini merupakan simbolisasi hal-hal yang harus dilakukan sebelum memasuki Raad Kerta dan mencapai kesepakatan yang adil. Pintu gerbang dengan hiasan berwarna emas merupakan lambang hati yang bisa membedakan antara baik dan buruk. Di sisi atas terdapat sepasang piring keramik Delft yang melambangkan mata sebagai pintu pertama masuknya pengaruh. Bagian atas gerbang berbentuk seperti mahkota yang melambangkan akal pikiran manusia untuk memilih antara baik dan buruk. Sedangkan daun pintu berwarna biru merupakan lambang keimanan sebagai pertahanan terakhir untuk menyingkirkan segala keburukan sebelum memasuki Raad Kerta.

Patung Penyebar Agama Islam
Walaupun pendopo di Raad Kerta dan di Bale Kambang Kerta Gosa sama-sama memiliki arsitektur gaya Bali, namun bangunan ini tidak memiliki ornamen seindah Bale Kambang di Kerta Gosa. Jika Bale Kambang Kerta Gosa dikelilingi patung para dewa, maka Raad Kerta juga dikelilingi beberapa candi kecil dan beberapa patung. Candi-candi kecil melambangkan umat Hindu, sedangkan patung-patung orang melambangkan para penyebar agama Islam yang masuk ke Lombok, yaitu pedagang dari Sulawesi, Jawa dan Sumatera. Sedangkan patung-patung binatang yang ada di sekitar pendopo juga memiliki beberapa makna, seperti patung kuda yang bermakna pengendalian nafsu, serta patung singa yang bermakna sifat manusia jika tidak bisa mengendalikan hawa nafsu.

Patung Kuda yang melambangkan pengendalian nafsu
Jika Taman Gili Kerta Gosa dilengkapi dengan Pamedalan Agung yang berfungsi sebagai tempat pemujaan, Taman Mayura dilengkapi 2 buah pura. Pura pertama adalah Pura Kelepug yang digunakan untuk raja Mataram Karangasem dan keluarganya. Pura ini dibangun bersamaan dengan pembangunan Taman Kelepug. Yang unik, pura ini memiliki pancuran berbentuk kepala naga, yang melambangkan ular-ular berbisa yang dulu pernah banyak terdapat di tempat ini. Sedangkan pura yang kedua adalah Pura Jagatnata, yang merupakan pura pusat agama Hindu di Lombok, dan digunakan untuk beribadah kaum Brahmana. Di dalam Pura Jagatnatha terdapat 3 pelinggih yang melambangkan 3 gunung yang dikeramatkan umat Hindu: Gunung Semeru di Jawa, mengingatkan bahwa agama Hindu berasal dari Majapahit, Gunung Agung di Bali, dan Gunung Rinjani.

No comments: