Tuesday, December 24, 2013

Love Journey #2 : Mengeja Seribu Wajah Indonesia


Alhamdulillah, akhirnya antologi pertama saya terbit ... (setelah 3 buku solo dan 1 buku self publishing, hehehe)

Buku ini berisi kumpulan kisah-kisah perjalanan para traveler di Indonesia. Berbeda dengan tulisan traveling yang umumnya menceritakan tentang keindahan sebuah tempat, buku ini justru mengupas sisi lain dari perjalanan tersebut. Ada suka, duka, perayaan, tragedi, kekayaan budaya, dan hal-hal lain yang terkadang luput dari perhatian kita selama melakukan perjalanan.

Tulisan dalam buku ini berasal dari peserta kompetisi yang digawangi Lalu Abdul Fatah dan Dee An, setelah mereka berdua menelurkan buku antologi Love Journey : Ada Cinta di Tiap Perjalanan. Melalui seleksi dan penilaian, terpilih 20 tulisan dan 3 yang mengisi buku ini, dan salah satunya adalah kisah perjalanan saya blusukan ke para pengrajin batik di Pekalongan. Bagaimana kisah lengkap lahirnya buku ini, Anda bisa mengikutinya dari blog Lalu Abdul Fatah berikut ini: http://lafatah.wordpress.com/2013/12/24/di-balik-mengeja-seribu-wajah-indonesia/.

Buku terbitan de Teens (imprint dari Diva Press) ini dibandrol dengan harga Rp 58.000, dan rencananya akan beredar di toko-toko buku pada awal tahun 2014. Nantikan kehadirannya di toko-toko buku terdekat di kota Anda!


Saturday, December 21, 2013

Bung Karno Sang Singa Podium (dari website Bpk Roso Daras)

Diambil dari website Bapak Roso Daras : http://rosodaras.wordpress.com/2013/12/12/bung-karno-sang-singa-podium/

Sungguh saya bersyukur sekaligus mengapresiasi langkah Rhien Soemohadiwidjojo yang telah menulis dan memplublikasikan buku: “Bung Karno Sang Singa Podium”. Syahdan, penulis yang bernama asli Arini Tathagati ini beberapa bulan lalu menghubungi saya, meminta tulisan untuk endorsement buku setebal 427 halaman itu.

Seperti biasa, saya merasa tersanjung disusul mongkog hati, besar rasa, untuk meluluskan permintaan Arini, sesibuk apa pun. Apalah arti kesibukan rutin, dibanding memenuhi permintaan seorang penulis yang telah bersusah payah menulis buku tentang Bung Besar.

Buku terbitan Second Hope ini sudah beredar di  pasaran. Akan tetapi, terus terang, saya baru tahu setelah Arini berkirim email, mengabarkan ihwal telah beredarnya buku itu. Alhamdulillah, dia menanyakan alamat diiringi niatnya mengirim satu copy buku sebagai komplimen buat saya, tentu saja disertai  bubuhan tanda tangan sang penulis. Terima kasih. Buku sudah saya terima.

Buku ini berisi 8 (delapan) bab. Bab 1 Siapa tak Kenal Bung Karno. Bab 2 Bung Karno Sang Singa Podium. Bab 3 Pidato Bung Karno Pra Proklamasi. Bab 4 Pidato Bung Karno di Masa Proklamasi dan Perang Kemerdekaan (1945 – 1950). Bab 5 Pidato Bung Karno di Masa 1950 – 1958. Bab 6 Pidato Bung Karno di Masa Demokrasi Terpimpin. Bab 7 Pidato Bung Karno Setelah 1965. Bab 8 Kutipan-kutipan  BungKarno.

Sekalipun judulnya Bung Karno Sang Singa Podium, tetapi Arini yang menggunakan nama penulis Rhien Soemohadiwidjojo itu melengkapinya dengan sejarah Bung Karno. Akan tetapi, ruh buku ini sejatinya tersaji di Bab 2 Bung Karno Sang Singa Podium. Tak heran jika penulis dan penerbit menyepakati bab ini sebagai judul besar buku.

Bab 2 ini diawali dengan sub bab tentang Bung Karno Sang Orator Ulung. Sub bab kedua, tentang tema pidatto-pidato Bung Karno.  Sub bab ketiga mengupas rahasia pidato-pidato Bung Karno. Sub bab keempat tentang tanggapan para pendengar pidato-pidato Bung Karno. Sub bab kelima tentang pidato religius Bung Karno. Sub bab keenam tentang penerjemah pidato Bung Karno. Terakhir, sub bab ketujuh tentang peran para ajudan Bung Karno.

Seperti biasa, saya selalu risih jika melihat atau membaca penulisan Sukarno dengan “oe” (Soekarno). Sayangnya, saya menemukannya di buku ini. Tentang penulisan Sukarno dan Soekarno, saya pernah menulis secara khusus di blog ini, mengutip statemen Bung Karno kepada Cindy Adams. Intinya, dia yang memberlakukan ejaan yang disempurnakan, maka secara konsekuen dia pun mengubah penulisan namanya dari Soekarno menjadi Sukarno. Ihwal tanda tangannya yang menggunakan “oe” dia berdalih, sebagai hal yang berbeda. Tanda tangan yang sudah diguratkannya dengan “oe” sejak ia sekolah, tentu tidak mudah untuk diubah.

Terakhir, (ehm…) buku ini tetap menarik karena di halaman belakang ada endorsement dari pemilik blog ini…. (rosodaras)

Thursday, November 21, 2013

[Wonderful Indonesia] Harta Karun Destinasi Wisata Budaya di Lombok

Siapa yang tak kenal Lombok? Pulau Pedas yang terkenal dengan kecantikan panoramanya ini telah menarik hati wisatawan, baik dari domestik maupun mancanegara. Pantai-pantai Lombok yang berpasir putih dengan laut yang biru bagaikan ratna mutu manikam telah memanggil para pecinta pantai di seluruh dunia untuk mengunjunginya. Ditambah kemegahan Gunung Rinjani dengan telaga berwarnanya seolah menjadi saksi bisu keaslian dan keasrian alam di Pulau Lombok.

Pantai Malimbu
Namun destinasi wisata di Lombok tidak terbatas pada kekayaan panorama alamnya. Lombok juga memiliki obyek wisata budaya yang unik dan menarik untuk dikunjungi. Kekayaan dan keunikan wisata budaya ini tak lepas dari sejarah dan peradaban yang ada di Pulau Lombok . Di satu sisi, Lombok memiliki penduduk asli Suku Sasak yang umumnya memeluk agama Islam. Di sisi lain, sebagian wilayah Pulau Lombok pernah menjadi bagian dari Kerajaan Karangasem, sehingga banyak peninggalan dari Kerajaan Karangasem dan umat Hindu yang terdapat di pulau ini.

Desa Adat Sade
Salah satu destinasi wisata budaya yang diperkenalkan oleh laman web pariwisata resmi Indonesia.Travel adalah Desa Adat Sade. Desa Adat Sade terletak di Kecamatan Rembitan, Kabupaten Lombok Tengah, 20 menit perjalanan ke arah selatan dari Bandara Internasional Lombok di Praya. Desa adat yang merupakan tempat tinggal Suku Sasak ini telah berdiri selama 600 tahun. Untuk berkeliling di Desa Sade, Anda akan dipandu para pemuda Sasak yang akan membawa Anda memasuki Bale Tani atau rumah tinggal Suku Sasak. Salah satu keistimewaan Bale Tani adalah perawatan lantainya yang digosok menggunakan kotoran kerbau. Menurut kepercayaan Suku Sasak, kotoran kerbau dapat mengusir serangga, menghangatkan lantai rumah, serta berfungsi untuk menangkal serangan magis. Saat mengunjungi Desa Adat Sade, Anda juga bisa membeli cenderamata berupa pernak-pernik dari tanduk kerbau, atau tenunan songket hasil karya wanita Suku Sasak.

Taman Narmada
Anda juga bisa mengunjungi Taman Narmada di Kecamatan Narmada, Kabupaten Lombok Barat, kurang lebih 15 menit perjalanan ke arah timur dari Kota Mataram. Taman seluas 2 hektar ini dibangun oleh Rasa Anak Agung Ngurah Karang Asem pada tahun 1727, sebagai istana musim panas tempat keluarga Kerajaan Mataram Karangasem beristirahat. Filosofi dari arsitektur di taman ini adalah miniatur Gunung Rinjani, yang dibangun untuk melaksanakan ritual Upacara Pakelem, atau upacara kurban untuk minta hujan. Sebelumnya, Upacara Pakelem dilaksanakan di puncak Gunung Rinjani, namun karena usia Raja sudah terlalu tua, maka Taman Narmada dibangun sebagai miniatur Gunung Rinjani, dan Upacara Pakelem dilaksanakan di tempat ini. Selain memiliki bangunan kuno dengan hawa khas taman yang sejuk, Taman Narmada juga memiliki sumber air suci dan Pura Kalasa, yang saat ini masih digunakan sebagai sarana ibadah umat Hindu.

Pura Lingsar
Masih di Kecamatan Narmada, tak jauh dari Taman Narmada, terdapat Kompleks Pura Lingsar, yang telah berdiri sejak abad ke-15. Walau disebut “pura”, namun tempat ini tidak hanya digunakan oleh umat Hindu, tetapi juga digunakan sebagai tempat ibadah pemeluk IslamWetu Telu. Tradisi unik khas Pura Lingsar yang diadakan setiap tahun adalah Perang Topat, yang diselenggarakan secara bersama-sama oleh penganut agama Hindu dan Islam Wetu Telu sebelum masa menanam padi, sebagai perwujudan rasa syukur atas limpahan karunia dari Sang Pencipta.

Lombok dapat dikunjungi dari Jakarta atau Bali dengan menggunakan pesawat udara melalui Bandara Internasional Lombok di Praya. Lombok juga bisa dikunjungi dari Bali dan Sumbawa menggunakan kapal ferry. Untuk menginap, tersedia penginapan mulai dari hotel melati hingga hotel bintang 5. Penginapan terkonsentrasi di pusat Kota Mataram, Pantai Senggigi di sisi barat Lombok, atau Pantai Kuta di sisi selatan Lombok. Untuk berkeliling di tempat wisata seputar Lombok, sangat disarankan untuk menyewa kendaraan, karena keterbatasan rute dan jumlah angkutan umum di Pulau Lombok.

 

Monday, November 04, 2013

Bung Karno Sang Singa Podium


Alhamdulillah, buku ketiga saya akhirnya terbit!

Ternyata saya tak perlu menunggu hingga 5 tahun lagi untuk menerbitkan buku ketiga. Buku "Bung Karno Sang Singa Podium" terbitan Second Hope ini terbit hanya berselang 7 bulan sejak "Travel Writing 101" diterbitkan oleh Elex Media Komputindo.

Penulisan buku ini agak unik, karena berawal dari sebuah peluang yang ditawarkan Agensi Naskah Indscript Creative untuk menulis buku biografi dengan tema pidato Bung Karno. Saya penggemar Bung Karno (namun saya merasa belum pantas disebut sebagai "Sukarnois"), dan bagi saya hal ini adalah salah satu modal utama saya memberanikan diri mengambil peluang yang menurut saya cukup "berat" ini. Sedemikian beratnya topik ini, sehingga saya membutuhkan waktu cukup lama untuk melakukan riset hingga menghasilkan buku setebal 423 halaman ini.

Banyak pertanyaan, mengapa saya menggunakan nama pena "Rhien Soemohadiwidjojo" untuk buku yang satu ini, kenapa saya tidak menggunakan nama asli saya? It's just a matter of "Personal Branding". Semula saya bercita-cita punya personal branding sebagai handicraft lover, yang mempunyai toko online handicraft dan rajin menulis buku-buku handicraft. Namun karena kesibukan pekerjaan di kantor, personal branding saya sebagai handicraft lover ternyata tak berkembang. Belakangan, ternyata personal branding saya lebih kuat sebagai tukang jalan-jalan yang banyak menghasilkan artikel wisata, sehingga saya mencoba mengembangkan personal branding seorang Arini Tathagati sebagai travel writer. Lalu, bagaimana rencana branding awal saya sebagai handicraft lover? Memang sudah terlanjur nama "Arini Tathagati" digunakan untuk menulis buku handicraft, tapi tidak masalah, karena saya masih akan mempertahankan brand handicraft lover tersebut.

Akan tetapi, buku "Bung Karno Sang Singa Podium" ini genrenya sangat berbeda dengan "handicraft lover" dan "travel writer". Saya tidak ingin brand "Arini Tathagati" menimbulkan kerancuan, sebenarnya "Arini Tathagati" itu penulis handicraft, penulis travel, atau penulis buku sejarah? Untuk itulah saya memilih nama pena "Rhien Soemohadiwidjojo" untuk buku-buku ini, serta buku-buku "berat" lain yang (mudah-mudahan) akan saya tulis. Soemohadiwidjojo adalah nama kakek saya, dan penggunaan nama ini adalah sebagai penghormatan kepada almarhum kakek saya yang merupakan penggemar berat Bung Karno. Dapat saya ceritakan juga, sebagian besar referensi yang saya gunakan untuk penulisan buku "Bung Karno Sang Singa Podium" ini adalah buku-buku Bung Karno miliki kakek saya.

Saya mengucapkan banyak terima kasih kepada Teh Indari Mastuti dan Mbak Anisa Januwarti atas dukungan mereka sehingga buku ini bisa terwujud. Terima kasih saya sampaikan juga kepada Bapak Roso Daras dan Kang Asep Kambali dari Komunitas Historia Indonesia yang telah berkenan memberikan endorsement pada buku ini. Saya berharap buku ini bisa memberikan kontribusi bagi para penggemar sejarah mengenai nilai-nilai nasionalisme yang pernah disampaikan Bung karno melalui pidato-pidatonya.

Friday, October 18, 2013

Journey to Wonderful Indonesia through Indonesia.Travel



Indonesia, negeri yang sangat indah. Tak ada yang menyangkal akan keindahan Indonesia, baik dari segi alam maupun kekayaan budayanya. Namun saat ini masih banyak yang belum kenal Indonesia, bukan saja mereka yang berada di mancanegara, namun juga masih banyak orang-orang Indonesia yang belum mengetahui kekayaan alam dan budaya negerinya sendiri. Salah satu cara yang efektif untuk memperkenalkan Indonesia adalah melalui situs informasi pariwisata Indonesia.Travel

Ketika pertama kali saya memasuki situs ini, menurut pendapat saya situs ini seharusnya dapat menjadi sarana memperkenalkan Indonesia secara komprehensif, baik kepada dunia internasional maupun kepada bangsa Indonesia sendiri. Misalnya ketika saya yang tinggal di Jakarta ingin pergi ke Raja Ampat, idealnya saya bisa mencari informasi yang selengkap-lengkapnya dari web ini. Atau ketika rekan saya yang tinggal di London ingin mengunjungi Bandung, idealnya ia bisa mencari informasi dari web ini. 

Namun demikian, menurut saya masih ada beberapa hal yang perlu diperbaiki. Dari sisi desain web, Indonesia.Travel memiliki tampilan halaman pertama yang mencoba menarik perhatian mereka yang berkunjung, dengan menampilkan berbagai warna-warni Indonesia. Namun bagi saya, tampilan yang seharusnya menarik ini malah menjadi terlalu “berat”. Apabila halaman pertama situs dibuat lebih sederhana, halaman tersebut bisa dibuka lebih cepat, membuat orang lebih cepat mendapatkan informasi. Foto yang ditampilkan juga tidak perlu terlalu banyak, namun cukup sebagai “teaser” yang membuat pengunjung ingin memasuki situs lebih dalam lagi. Terlalu banyak widget yang tumpang tindih di halaman pertama membuat pengunjung agak kesulitan untuk berselancar. Saya juga mengalami kesulitan mencari pilihan bahasa, sehingga sebaiknya pilihan bahasa diletakkan di tempat yang mudah dilihat. Dan mengingat hari ini banyak orang yang mengakses situs melalui mobile device (ponsel dan tablet), sebaiknya dibuat laman khusus untuk mobile device yang lebih sederhana, sehingga lebih mudah untuk dilihat bagi para pengguna mobile device.

Secara umum, situs ini sudah mencoba menampilkan informasi mengenai Indonesia yang cukup komprehensif. Informasi masing-masing destinasi sebenarnya sudah cukup lengkap, walaupun untuk beberapa destinasi wisata masih ada informasi yang kurang to-the-point, terkesan berbelit-belit, namun tidak detail. Saya juga banyak menemukan informasi yang kurang up-to-date, khususnya pada laman berbahasa Inggris, seperti informasi bandara di Sumatera Utara yang masih tertulis Polonia, masih ada Batavia Airline, dan bandara di Sorong yang sejak tahun 2005 berganti menjadi Domine Eduard Osok, namun masih tertulis bandara Jefman. 

Saya juga menemukan informasi yang kurang lengkap untuk destinasi-destinasi terkenal. Misalnya untuk mencapai Yogyakarta, dalam laman berbahasa Inggris tidak disebutkan mengenai bandara internasional Adisucipto. Contoh lainnya adalah propinsi Jawa Timur, tidak diberi keterangan bahwa entry point untuk menuju Jawa Timur dengan pesawat bisa melalui Surabaya dan Malang. Demikian juga untuk propinsi Papua Barat, seharusnya bisa disebutkan Sorong sebagai salah satu pintu gerbang propinsi tersebut (di samping Manokwari), karena jumlah penerbangan dari arah Barat menuju ke Sorong lebih banyak dibandingkan ke Manokwari. Menurut saya sayang sekali jika info-info praktis tersebut tidak dicantumkan, karena sebenarnya informasi tersebut dapat membuat perjalanan wisata kita menjadi lebih praktis, lebih efisien, dan lebih nyaman. Sebagai contoh, ketika saya mau menuju Kepulauan Raja Ampat, dari Jakarta saya tidak perlu naik pesawat dari Jakarta ke Ambon kemudian disambung dengan pesawat kecil dari Ambon ke Sorong, tetapi saya bisa naik Express Air yang terbang dari Jakarta langsung ke Sorong menggunakan Boeing 737-200. Biaya tiket pesawat saya bisa lebih hemat, dan saya tidak capek karena harus pindah-pindah pesawat.

Banyak keterangan pada konten yang menurut saya kurang terstruktur dan terlalu panjang, misalnya pada bagian “sekilas Indonesia” versi bahasa Indonesia. Kemudian ada beberapa kalimat yang menurut saya sebaiknya tidak dicantumkan, seperti ketika menyebutkan bangsa Eropa “menancapkan pemerintahan penjajahan dan pendudukan”, apakah kalimat ini akan menarik wisatawan Eropa untuk datang ke Indonesia? Kemudian ada beberapa hal yang menurut saya masih salah tempat, seperti di bagian “Iklim”, seharusnya tidak perlu dituliskan “Pastikan kunjungan Anda tidak bertepatan dengan hari libur seperti Idul Fitri”, karena hal tersebut tidak relevan dengan iklim. Informasi seperti ini tentunya lebih cocok apabila diletakkan di bagian “Tips”. 

Ada juga konten-konten yang bisa digabungkan, misalnya “Tips” dan “Do and Don’t”, dan dibuat baik dalam versi bahasa Inggris maupun bahasa Indonesia. Mengapa Do and Don’t dalam bahasa Indonesia masih diperlukan? Menurut saya, masih banyak wisatawan Indonesia yang belum tahu anjuran atau larangan yang berlaku di beberapa tempat wisata, seperti misalnya wanita yang sedang berhalangan tidak dianjurkan untuk melihat-lihat ke dalam pura atau tempat yang dianggap suci di Bali. Atau bagi wanita yang akan mengunjungi mesjid untuk melihat-lihat, dianjurkan untuk mengenakan kerudung.

Saat saya memasuki laman “Trip Planner”, sayang sekali, halaman ini tampaknya tidak pernah diupdate. Fasilitas ini sebenarnya bisa sangat membantu, khususnya bagi para wisatawan yang tidak ingin repot merencanakan perjalanannya sendiri, atau mereka yang membutuhkan informasi tambahan mengenai transportasi dan akomodasi. Laman ini sebenarnya bisa dilengkapi dengan link website perusahaan yang terkait perjalanan wisata, seperti agen perjalanan, perusahaan penerbangan, kereta api, hotel, dan lain sebagainya.

Untuk Events, wisatawan tentunya tidak ingin menghadiri meeting atau seminar pariwisata. Kami sebagai wisatawan lebih berminat mengunjungi event-event yang unik, misalnya Bau Nyale di Lombok, Jember Fashion Carnaval, Festival Khatulistiwa di Pontianak, atau Sail Komodo. Seharusnya informasi event pariwisata seperti ini bisa lebih menonjol, sekaligus menarik minat wisatawan untuk hadir. Demikian juga dengan News, wisatawan umumnya lebih tertarik jika berita yang diperoleh adalah mengenai kegiatan pariwisata yang baru saja terjadi, dibandingkan berita tentang seminar pariwisata atau event kenegaraan yang tidak melibatkan wisatawan.

Salah satu hal yang membuat web Indonesia.Travel bisa lebih menarik adalah dengan memuat travel story yang ditulis oleh para wisatawan. Hal ini sudah dilakukan oleh beberapa portal pariwisata, seperti Detik Ttravel, Adira Faces of Indonesia, dan Citilink Story. Saya melihat laman ini sudah disiapkan, namun saya tidak bisa menemukan link untuk membaca travel story yang sudah dimuat. Travel story bisa menjadi sarana interaktif antara web Indonesia.Travel dengan para kontributornya, sekaligus menarik minat orang untuk berkunjung ke web tersebut. Bagi wisatawan, travel story seperti menjadi testimoni mengenai apa yang dialami atau dirasakan selama berada di tempat wisata. Untuk mengumpulkan travel story tersebut, bisa dilakukan dengan membuat kuis atau event, seperti yang telah dilakukan oleh banyak komunitas.

Dari hasil pengamatan saya, saya mengambil kesimpulan bahwa web Indonesia.Travel masih memiliki potensi untuk dikembangkan. Banyak hal yang bisa diperbaiki dan ditingkatkan, termasuk di antaranya memberikan informasi destinasi wisata yang komprehensif, namun to-the-point dan up-to-date. Selain itu masih banyak potensi yang bisa dikembangkan dalam membuat web ini bisa lebih interaktif, misalnya dengan mengadakan lomba travel story, lomba foto, atau kuis-kuis singkat tentang destinasi wisata Indonesia.


Referensi:
  1. Detik Travel
  2. Adira Faces of Indonesia
  3. Citilink Story

Thursday, June 13, 2013

Komplain Tidak Untuk Ditakuti

Posting ini berawal dari pengalaman saya hari ini, yang dikecewakan oleh oknum pengemudi dari perusahaan taksi terbesar di Indonesia. Hari ini saya memesan taksi melalui aplikasi ponsel untuk pukul 16.00. Ketika saya sedang berusaha mengetahui posisi taksi di aplikasi, tiba-tiba status pemesanan saya menunjukkan "done", berarti taksi sudah menyalakan argo, atau mengangkut penumpang. Buru-buru saya pergi ke parkiran, siapa tahu taksi ini hanya menyalakan argo. Tapi saya sangat kecewa, karena tidak menemukan taksi tersebut. Terpaksa saya memesan kembali taksi melalui aplikasi ponsel, dan sampai dengan 2 jam kemudian, saya belum berhasil mendapatkan taksi pengganti, bahkan perusahaan taksi tersebut "menyerah" dengan memberikan status "no taksi available". Ini semua gara-gara oknum pengemudi tersebut!

Karena hal ini, saya mengajukan komplain ke perusahaan taksi tersebut. Bagian layanan pelanggan menerima komplain saya, meminta maaf, dan mengatakan bahwa komplain saya akan ditindaklanjuti. Walaupun masih sangat jengkel karena saya sudah kehilangan waktu, dan rasanya saya sudah gatal untuk memposting service yang tidak memuaskan ini ke berbagai socmed atau bahkan mempostingnya melalui surat pembaca di surat kabar, namun saya mencoba menahan diri. Saya yakin, sesuai dengan reputasinya, perusahaan taksi ini akan menindaklanjuti laporan saya. Apapun tindakan yang dilakukan perusahaan taksi terhadap oknum pengemudi tersebut, itu kebijakan mereka. Namun bagi saya, perusahaan taksi tersebut telah mendapatkan laporan bahwa ada oknum pengemudinya yang bekerja tidak baik, sehingga ada pelanggan yang dikecewakan.

Dari kejadian ini, ada hal yang tiba-tiba terpicu kembali dalam ingatan saya. Inilah yang menjadi ide judul postingan saya ini : komplain tidak untuk ditakuti. Ya, hal ini kembali menyegarkan ingatan saya tentang materi yang diajarkan tim kami untuk para Operator SPBU, tentang bagaimana cara mengelola komplain pelanggan. Dan hari ini, saya ada di posisi pelanggan yang merasa dikecewakan dan merasa perlu melakukan komplain. Saya melakukan komplain bukan sekadar karena dikecewakan dan butuh tempat untuk marah-marah. Lebih dari itu, saya menyadari bahwa komplain adalah sebuah umpan balik. Komplain merupakan satu mekanisme bagi perusahaan untuk mengetahui apabila ada layanan mereka yang tidak sesuai dengan harapan pelanggan. Sebuah perusahaan yang mementingkan kepuasan pelanggan biasanya akan melayani komplain pelanggannya dengan baik. Walaupun memang dengan resiko pelanggannya akan marah-marah, bahkan mungkin hingga menghujat perusahaan tersebut, tapi sebuah komplain adalah indikasi bahwa pelanggan punya perhatian pada perusahaan, dan berharap perusahaan akan senantiasa mempertahankan dan meningkatkan kualitas layanannya.

Sebaliknya, jika perusahaan tidak pernah menerima komplain, tidak berarti bahwa selama ini layanannya baik-baik saja. Seringkali pelanggan hanya menggerutu sendiri, karena malas menyampaikan komplain. Ada beberapa hal yang menyebabkan hal ini. Mungkin karena pelanggannya memang malas, atau cara perusahaan menangani komplain yang kurang baik. Kalau pelanggan yang malas, kerugian ada di pelanggan, karena pelanggan menyia-nyiakan kesempatan untuk menyampaikan harapannya kepada perusahaan. Sebaliknya, ketika perusahaan kurang baik dalam menangani komplain, bukan tidak mungkin pelanggan akan menyebarkan informasi bahwa perusahaan tersebut tidak baik dalam menangani komplain, dan lebih lanjut, akan meninggalkan perusahaan tersebut dan beralih ke pesaing.

Saya sendiri pernah dikecewakan oleh sebuah hotel, yang menanggapi komplain saya dengan terkesan main-main. Waktu itu saya komplain karena ada orang yang menelfon saya subuh-subuh, minta dikirim wanita ke kamar. Edan! Padahal saya menginap di hotel (yang mengaku) syariah. Hotel syariah kok lebih parah daripada hotel abu-abu, di mana letak keamanan dan kesyariahannya, ketika tamu perempuan yang menginap sendiri dengan mudah mendapatkan intimidasi seperti ini? Ketika saya menyampaikan komplain, resepsionis malah mengatakan "mungkin teman ibu yang bercanda." Ini penanganan komplain macam apa? Masak anak buah saya yang dituduh melakukan ini? Karena komplain saya ditangani seperti ini, saya bertekad tidak akan menginap di hotel tersebut, dan saya akan menyarankan kepada teman-teman saya untuk tidak menginap di hotel tersebut, karena hotel tersebut tidak bisa menjamin keselamatan tamunya.

Dengan refleksi pengalaman saya ini, saat ini saya bisa memahami perasaan ketika ada orang yang mengirimkan komplain kepada perusahaan tempat saya bekerja. Setiap ada komplain yang masuk, membuat saya bertanya-tanya, barangkali memang ada tindakan kami yang belum sesuai dengan harapan pelanggan. Sebaliknya, ketika pelanggan kami tidak ada yang komplain atau memberikan umpan balik, saya malah jadi waswas, betulkah kami sudah melakukan sesuai harapan pelanggan? Atau jangan-jangan pelanggan tidak puas dan meninggalkan kami, pindah ke lain hati? Di sinilah baru terasa pentingnya komplain. Komplain bukan untuk ditakuti, karena komplain adalah salah satu mekanisme perusahaan untuk mendengar suara pelanggannya.

Saturday, May 25, 2013

Menyebar Virus Travel Writing Bersama IIDN

Travel Writing. Istilah ini mungkin terdengar baru, namun sebenarnya sudah dilakukan sejak masa silam. Genre ini menitikberatkan tulisannya tentang sebuah tempat atau daerah dan perjalanan menuju dan selama berada di tempat tersebut. Gaya penulisan travel writing pun bermacam-macam, mulai dari yang naratif hingga deskriptif, dari tulisan jurnalistik hingga karya sastra, dan bahkan bisa ditulis secara ringan hingga sangat serius. Saat ini travel writing biasanya diasosiasikan dengan perjalanan wisata, dengan tujuan memberikan informasi mengenai destinasi wisata tersebut kepada pembacanya.

Travel writing ternyata tidak semata-mata berbentuk trip guide, yang menuliskan tentang deskripsi tempat wisata, data-data teknis, dan cara menuju ke sana. Bentuk travel writing sangat banyak, namun yang dianggap sebagai jenis travel writing yang banyak dimuat di media adalah travel feature. Travel feature umumnya berbentuk artikel, dan diulas dari sudut pandang orang pertama, atau penulis sebagai pelaku perjalanan. Ciri khas dari artikel feature adalah sentuhan personal tentang aktivitas dan perasaan penulis selama melakukan perjalanan.

Sejak tahun 2005 saya membuat artikel travel writing, dengan menggabungkan ketiga hobi saya yaitu travelling, foto-foto, sama menulis. Namun saat itu artikel saya masih bercampur baur antara trip guide dan travel feature. Baru setelah saya mengikuti kursus travel writing di tahun 2009, tulisan-tulisan travelling saya menjadi semakin bervariasi. Artikel-artikel ini masih terbatas diterbitkan di majalah internal korporat, karena saya belum percaya diri untuk mengirimkan artikel-artikel saya ke media-media yang cakupannya lebih luas.

Saat saya bergabung dengan Komunitas Ibu-Ibu Doyan Nulis (IIDN) pada awal tahun 2011, di pertengahan tahun 2011 ada pengumuman kebutuhan penulis untuk proyek pembuatan Kamus Wisata Indonesia. Tertarik dengan proyek tersebut karena sangat berkaitan dengan travel writing, saya pun bergabung. Niat semula hanya menulis beberapa artikel tentang DKI Jakarta, namun karena masih banyak tulisan-tulisan yang dibutuhkan, pada akhirnya saya menulis tidak kurang dari 95 artikel untuk mensupport proyek tersebut. Pengalaman mengerjakan proyek Kamus Wisata Indonesia bersama Komunitas IIDN ini membuat pengalaman saya dalam travel writing menjadi lebih kaya, selain saya juga mendapat kesempatan berkenalan dengan ibu-ibu yang canggih  dalam menulis.

Februari 2012, saya ikut kopi darat Komunitas IIDN wilayah Jabodetabek. Di sinilah untuk pertama kalinya saya bertemu sosok Indari Mastuti, pemilik Agensi Naskah Indscript Creative sekaligus pendiri Komunitas IIDN yang selama ini hanya saya temui di dunia maya. Sayang sekali, dalam acara kopi darat tersebut, saya belum berhasil bertemu Lygia Pecanduhujan, markom dari IIDN yang selama ini tulisan-tulisannya selalu berkibar di Komunitas IIDN. Usai acara, setiap peserta diminta untuk mengumpulkan proposal outline buku. Semula saya tidak terpikir untuk mengumpulkan karena sedang menunggu ide, namun desakan dari panitia yang terus menerus menelfon agar saya mengumpulkan proposal outline buku pun membuat saya akhirnya mengumpulkan proposal buku tersebut.

Sempat bingung, buku seperti apa yang mau saya buat berikutnya? Apakah buku ketrampilan? Saat itu ide saya sedang buntu, dan saya tahu sebuah buku ketrampilan membutuhkan usaha yang tidak sedikit, karena tidak hanya membuat tulisan, tetapi kita juga harus menyiapkan contoh barang dan fotografinya. Akhirnya setelah merenung beberapa lama, saya mendapat ide untuk menulis tentang Travel Writing. Ide ini muncul dari kenyataan di mana hingga saat ini sudah banyak guide book dan buku kisah perjalanan yang diterbitkan, namun belum banyak yang menulis mengenai cara menulis travel feature dan foto perjalanan secara komprehensif.

Gayung bersambut, kurang lebih 2 bulan kemudian, sebuah penerbit major sedang membutuhkan banyak naskah perjalanan, dan mbak Indari Mastuti membuat pengumuman proposal mana saja yang diterima penerbit major tersebut. Rupanya proposal buku Travel Writing saya ikut disetujui! Dalam waktu 1 bulan, saya ngebut menyelesaikan buku tersebut, dan menyerahkannya kembali pada Indscript Creative untuk ditindaklanjuti.

Sambil menunggu buku Travel Writing diterbitkan, saya kembali aktif memantau informasi di Komunitas IIDN. Kalau ada audisi antologi, iseng-iseng saya mencoba ikut, dan lebih sering tidak terpilih. Tapi tidak masalah, karena setelah saya pikirkan lagi, yang penting adalah menambah jam terbang, kalau tulisannya terpilih, itu bonus. Salah satu “bonus” yang akhirnya saya dapatkan adalah masuk sebagai kontributor buku Hot Chocolate for Broken Heart yang digawangi oleh markom IIDN Lygia Pecanduhujan. Selain informasi audisi antologi, saya juga menunggu informasi mengenai alamat-alamat media, khususnya media yang menerima artikel Travel Writing. Alhamdulillah, salah satu artikel perjalanan saya akhirnya diterbitkan di Republika edisi 10 Juli 2012.

Setelah 10 bulan menunggu, di akhir Februari 2013 saat yang dinanti-nanti tiba : Travel Writing 101 diterbitkan oleh Elex Media Komputindo! Saya pun menyebarkan berita gembira ini di Komunitas IIDN. Sebagai sarana untuk memperkenalkan buku ini, saya bekerjasama dengan Duta Buku IIDN untuk menyelenggarakan kuis. Melihat animo para peserta kuis, terlihat bahwa banyak ibu-ibu khususnya anggota Komunitas IIDN yang berminat untuk menulis karya travel writing, dan buku ini bisa menjadi jawaban atas keingintahuan mengenai travel writing tersebut.





Ya, walaupun selama ini travel writing lebih identik dengan para backpacker atau mereka yang bepergian ke tempat yang eksotik. Namun sejatinya, tidak ada batasan bahwa travel writing harus ditulis oleh kalangan tertentu, atau mengenai destinasi dengan kriteria tertentu. Bukan tidak mungkin para wanita yang tergabung dalam komunitas IIDN dapat memberikan sentuhan tersendiri pada artikel-artikel travel writing, khususnya melihat pengalaman suatu perjalanan dari sudut pandang wanita. Dan saya berharap, para anggota komunitas IIDN dapat turut menyebarkan virus Travel Writing ini, untuk bersama-sama menggugah para wanita dalam melakukan perjalanannya dan berbagi pengalaman perjalanan tersebut melalui travel writing.


Note: posting dimuat di http://iidn.satukan.com/2013/05/menyebar-virus-travel-writing-bersama-iidn/

Thursday, March 07, 2013

Travel Writing 101

Alhamdulillah, buku kedua saya akhirnya terbit!

Mungkin ada yang bertanya-tanya : sudah buku kedua? Ya, ini adalah buku kedua yang diterbitkan oleh penerbit. Buku pertama saya adalah buku kerajinan tangan yang diterbitkan oleh Puspa Swara di awal tahun 2008. Dan tepat 5 tahun kemudian, buku kedua dengan tema yang sama sekali "tidak nyambung" dengan kerajinan tangan ini terbit. Di antara buku pertama dan kedua, ada satu buku lagi yang saya terbitkan secara indie. Yang diterbitkan secara indie memang belum memberikan hasil yang signifikan, namun dampak intangible-nya adalah saya merasakan sendiri pengalaman bagaimana proses penerbitan, distribusi dan pemasaran buku secara mendalam.

Buku ini merupakan buah karya dari passion saya yang lain, selain kristik dan crochet. Saya baru menulis artikel perjalanan sejak tahun 2005, tapi perjalanan wisata sebenarnya telah menjadi bagian hidup saya sejak kecil. Demikian juga memotret, ehm, tepatnya mendokumentasikan perjalanan. Walaupun hasil fotonya tidak hebat dan canggih seperti foto-foto di National Geographic, tapi ternyata kebiasaan ini membantu saya berlatih untuk menangkap momen-momen menarik di perjalanan, yang menjadi salah satu nilai tambah bagi seorang travel writer. Jadi, buku ini menggabungkan passion-passion saya : jalan-jalan, motret, sama menulis.

Pertama-tama saya ucapkan terima kasih kepada Teh Indari Mastuti dan Agensi Naskah Indscript Creative, karena tanpa mereka buku ini belum tentu bisa terwujud. Terima kasih juga diucapkan kepada tim Elex Media, khususnya Mbak Satwika, yang banyak mensupport hingga buku ini bisa terbit.

Akhir kata, sebelum Anda pergi ke toko buku dan mencari buku ini, saya kutip tulisan di cover belakang buku untuk memberi gambaran Anda mengenai isi bukunya :

Melakukan perjalanan wisata saat ini telah menjadi kegiatan yang digemari banyak orang. Dengan semakin banyak orang melakukan wisata dan perjalanan, maka semakin banyak media, baik dari dalam maupun luar negeri, yang memuat artikel-artikel wisata yang didukung foto-foto yang menawan.

Buku “Travel Writing 101” ini berawal dari ide bahwa semakin banyak orang yang menulis tentang perjalanan wisata serta membuat foto-foto perjalanan, namun belum banyak buku panduan penulisan artikel perjalanan dan foto pelengkapnya yang ditulis dalam bahasa Indonesia. Buku ini dapat dipergunakan sebagai panduan bagaimana menjadi seorang travel writer dan travel photographer.

Berawal dari hobi travelling, menulis, dan membuat foto dokumentasi perjalanannya, Arin memadukan ketiga hal tersebut dan memulai penjelajahan dalam bidang travel writing dan travel photography. Beberapa artikel yang pernah ditulisnya terpilih menjadi pemenang dalam event Adira Best 100 Faces of Indonesia 2011. Penulis dapat dihubungi melalui e-mail arini.tathagati@gmail.com atau Twitter @tathagati.

Banner4

Wednesday, February 13, 2013

Buku Panduan Museum

Gara-gara pernah terlibat pembicaraan soal buku panduan museum di timeline @museumceria, saya jadi terpikir sesuatu.

Sempat geli sendiri pas ada yang nulis bahwa setahu dia kalau di museum pemerintah buku panduan gratis, karena sudah masuk anggaran pemerintah. Tapi karena itu saya jadi berpikir, betulkah itu? Itu di museum pemerintah RI yang mana ya? Seumur-umur saya ke museum pemerintah, belum pernah tuh ada yang ngasih buku panduan gratis. Paling-paling brosur, itu pun kalau tidak kehabisan (namanya juga gratis, cepat habis!). Saya lebih sering beli buku panduan, dan alhamdulillah banget kalau museumnya bisa mencetak buku panduan, karena ada beberapa museum yang ga punya buku panduan sama sekali (Museum Propinsi Bengkulu, misalnya)

Karena ada pembicaraan itu, saya jadi punya pertanyaan-pertanyaan lainnya :

  • Ada ya anggaran bikin brosur/buku panduan untuk museum pemerintah?
  • Sebenernya anggaran untuk perawatan museum itu dikasih berapa sih? Cukup apa nggak?
  • Toh di museum2 swasta yang bayarnya mahal, tetep aja musti beli buku panduan juga. Perlu diketahui, cetak buku itu gak murah ya! Klo mau murah, bukunya cetakannya jelek. Klo mau bagus, modalnya ga dapet 10.000. Emang uangnya cuman buat buku? Berapa banyak museum pemerintah yang harus didanai? Banyak lho!

    Mungkin tiket masuk museum pemerintah itu keliatannya murah ya. Tapi coba kita hitung-hitung, berapa banyak dana yg harus dikeluarkan utk perawatan koleksi museum? Berapa banyak biaya yang harus dikeluarkan utk operasional museum, perawatan bangunan, gaji para petugasnya, dan lain sebagainya? Jadi kalau saya sih maklum aja kalau tiba-tiba ada yang jualan buku tentang panduan museum, selama hasil penjualannya memang digunakan kembali untuk kepentingan museum, atau setidaknya untuk peningkatan kesejahteraan para pegawainya. Asal jangan hasil penjualannya dikorup aja, amit-amit!

    Tuesday, January 29, 2013

    Senang Berbatik? Kenali dan Rawat Batik Dengan Tepat!

    Hare gene gak berbatik? Ketinggalan jaman! Batik memang merupakan warisan budaya Nusantara sejak masa silam yang saat ini kembali menjadi populer. Dimulai dengan himbauan mengenakan batik di kantor pemerintahan dan kantor BUMN setiap hari Jumat mulai tahun 2004, serta diperkuat oleh ketetapan UNESCO bahwa batik merupakan Warisan Kemanusiaan Untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi sejak 2 Oktober 2009, maka batik kembali populer dan menjadi identitas bangsa.

    Kata “batik” berasal dari kata “amba” yang berarti menulis, dan kata “titik” yang bermakna bahwa motif batik merupakan hasil dari rangkaian titik yang dituliskan pada kain. Batik tidak sekedar merujuk pada motif yang dihasilkan, melainkan juga pada cara pembuatannya berupa pembuatan rangkaian titik menggunakan malam dan canting.

    Saat ini batikdapat diperoleh dengan mudah. Mulai dari toko batik dan butik batik yang tersedia di pusat-pusat perbelanjaan, sentra-sentra pengrajin batik, serta tempat-tempat wisata, hingga berbagai toko batik online, seperti www.berbatik.com. Dengan berbagai pilihan batik yang ditawarkan oleh toko-toko tersebut, ada baiknya kita memiliki pengetahuan dasar tentang batik, agar kita cermat dan tidak salah dalam membeli, khususnya ketika kita belanja dari toko batik online di mana kita tidak melihat secara langsung batik yang ditawarkan.

    Cara Pembuatan Batik
    Batik dapat dibedakan dari cara pembuatannya, yang juga akan mempengaruhi harga jual batik. Semakin rumit cara pembuatannya, maka harganya pun akan semakin mahal.

    Batik yang dibuat secara tradisional adalah batik tulis. Untuk membuat batik tulis, kain yang digunakan biasanya adalah kain katun prima, katun primis, rayon, atau birkolin. Sebelum diberi malam, kain katun prima dan katun primis harus dikanji dan dikemplong terlebih dahulu, agar malam dan zat warna dapat melekat dengan mudah. Sedangkan kain rayon dan birkolin yang merupakan kain sintetis tidak perlu diolah terlebih dahulu, karena malam dan zat warna lebih mudah melekat. Setelah diolah, kain kemudian diberi pola batik menggunakan malam dan canting. Setelah diberi pola, kain kemudian dicelupkan pada zat warna, dan bagian kain yang tertutup malam tidak akan terkena zat warna dan akan tetap berwarna putih, sehingga akan meninggalkan pola. Proses pemberian malam dan pencelupan zat warna bisa dilakukan berulang kali, bergantung pada pola yang akan dibuat. Setelah didapatkan pola batik sesuai dengan yang diinginkan, maka kain kemudian dilorot dalam air panas untuk melarutkan malam pada kain.

    Belajar Membatik dengan Canting


    Selain batik tulis, batik juga dibuat dengan teknologi cap, dan dikenal dengan nama Batik Cap. Pola batik dibuat dalam cap yang terbuat dari tembaga, kemudian cap tersebut dicelupkan ke dalam malam, dan dicapkan pada kain.

    Belajar Membatik Dengan Cap

    Dengan kemajuan teknologi, saat ini batik juga sudah dibuat dengan menggunakan teknologi printing, atau pencetakan motif langsung pada kain. Kain yang dihasilkan tentunya harganya lebih murah dibandingkan kain batik yang dibuat dengan canting atau cap. Untuk membedakan apakah sebuah kain batik dibuat dengan canting, cap, atau printing, Anda bisa membolak balik kain batik. Batik yang dibuat dengan canting akan memiliki kualitas pewarnaan yang sama pada kedua permukaannya, sedangkan pada batik printing salah satu permukaannya akan berwarna lebih pucat/putih dibandingkan permukaan lainnya.

    Aneka Motif dan Warna Batik
    Selain dibedakan dari cara pembuatan, batik juga dibedakan dari jenis-jenis motifnya. Jenis motif batik dapat dibedakan terutama berdasarkan asal daerah, serta berdasarkan fungsinya.

    Pada awalnya, batik merupakan busana yang dipakai oleh keluarga Keraton keturunan kerajaan Mataram Islam (Surakarta, Yogyakarta, Mangkunegaran, Pakualaman) dan para abdi dalemnya, sehingga kebanyakan motif batik yang ada sekarang merupakan pengembangan dari motif-motif batik yang dibuat di keraton-keraton tersebut. Motif-motif batik yang dikembangkan di keraton merupakan hasil perpaduan budaya Jawa, Hindu dan Islam. Beberapa motif batik keraton yang saat ini masih digunakan secara luas antara lain adalah :
  • Gurdo : Gurdo merupakan penggambaran Garuda, burung suci kendaraan Sang Hyang Wisnu. Motif Gurdo berbentuk dua buah sayap, yang bermakna menaungi kehidupan di bumi.
  • Truntum : pola truntum merupakan simbolisasi dari kuncup bunga melati, yang melambangkan cinta yang bersemi. Batik truntum biasanya digunakan oleh orang tua pengantin pada hari pernikahan, bermakna orang tua bisa menuntun calon pengantin.
  • Kawung : batik kawung dicirikan dengan 4 buah elips yang mengelilingi satu titik di tengah, melambangkan raja dan 4 “bawahannya”. Kawung juga merupakan kata lain dari “aren”, tumbuhan dengan berbagai macam kegunaan, ditafsirkan bahwa siapa pun yang mengenakan motif ini harus berguna bagi banyak pihak, seperti pohon kawung. Motif ini dikenakan raja dan keluarga terdekatnya sebagai lambang keperkasaan dan keadilan.
  • Parang : “parang” merupakan senjata yang melambangkan kekuasaan, kekuatan, dan kecepatan, sehingga ksatria yang mengenakan batik ini bisa berlipat kekuasaannya. Di masa lalu, motif parang hanya boleh dikenakan oleh raja atau kerabat keraton, dan ukuran motifnya akan menunjukkan status seseorang . Semakin tinggi kedudukan seseorang, maka motif parang yang dikenakan akan semakin besar.
  • Sekarjagat : nama Sekarjagat berasal dari kata “Kar Jagat”, yang bermakna harfiah peta dunia. Ciri dari batik ini adalah banyak motif yang dimasukkan dalam selembar kain batik. Makna dari motif ini adalah siapa yang memakainya akan menaklukan dunia.


  • Motif Kawung Versi Yogyakarta

    Dengan adanya pemerintah kolonial Belanda, terjadi konflik dan peperangan yang menyebabkan banyak kerabat keraton dan para pengrajin batik yang mengungsi dan menetap di daerah baru. Sebaliknya, masyarakat juga mulai meniru motif batik yang dikenakan oleh kerabat kerajaan, untuk dikenakan sehari-hari. Perkembangan batik juga didukung dengan munculnya para pengusaha batik di wilayah-wilayah pengrajin batik, baik dari kalangan pribumi, keturunan Tionghoa, maupun pengusaha Belanda. Dari mereka inilah muncul berbagai macam motif batik yang merupakan hasil perpaduan dengan budaya setempat, menghasilkan batik dengan motif dan warna khas masing-masing daerah.

    Berikut ini adalah berbagai jenis batik dengan ciri motif dan warna khasnya :
  • Surakarta : Batik Surakarta dicirikan dengan motif yang anggun, dengan warna-warna didominasi warna sogan/coklat kekuningan
  • Yogyakarta : Batik Yogyakarta adalah jenis batik yang berkembang setelah kerajaan Mataram Islam pecah menjadi 4. Batik ini dicirikan dengan motif yang lebih sederhana, dengan warna dasar batik umumnya putih.
  • Pekalongan : Batik Pekalongan merupakan salah satu contoh batik pesisir dengan ciri khas warna cerah. Motif batik Pekalongan banyak dipengaruhi oleh budaya Cina dan Belanda, seperti motif buketan atau bunga.
  • Madura : Batik Madura didominasi warna hitam dan warna merah, dengan ciri motif yang egaliter, seperti karakter masyarakat Madura pada umumnya.
  • Garut : Batik Garut memiliki motif serupa dengan batik Keraton, namun didominasi warna-warna cerah. Konon para pengrajinnya merupakan keturunan pengrajin batikdari Yogyakarta dan Surakarta yang mengungsi ke Garut.
  • Cirebon : motif batik Cirebon juga merupakan jenis batik pesisir yang dikembangkan oleh Keraton Cirebon, serta banyak mendapat pengaruh Cina, seperti motif Mega Mendung.
  • Lasem : Ciri khas batik Lasem adalah motifnya yang merupakan kombinasi budaya Jawa dan Cina, serta memiliki warna merah cerah yang khas dengan nama merah getih pithik (merah darah ayam). Warna merah ini terbentuk akibat pengaruh air tanah yang digunakan di daerah tersebut untuk memproduksi batik.
  • Batik Jawa Hokokai : Jenis batik ini merupakan varian Batik Pekalongan, yang motifnya dipengaruhi dari budaya Jepang, seperti bunga sakura, bunga krisan, dan kupu-kupu. Ciri khas batik ini adalah jenis pola yang disebut “pagi-sore”, karena dalam 1 helai kain terdapat 2 tipe motif, yang satu berwarna terang untuk dikenakan pagi hari, dan yang berwarna lebih gelap untuk dikenakan pada malam hari
  • Batik Lawasan : jenis batik ini merupakan batik yang dibuat seolah-olah warnanya pudar karena sudah lama (lawas = lama).


  • Batik Pekalongan yang Didominasi Warna-Warna Cerah


    Cara Merawat Batik
    Setelah mengetahui jenis batik dari cara pembuatan dan dari jenis motif serta warnanya, tentunya kita akan semakin cermat saat memilih dan membeli batik, baik dari toko batik, butik batik, maupun belanja batik online, sehingga kita bisa mendapatkan produk batik dengan kualitas yang sepadan dengan harga yang kita bayarkan.

    Setelah mendapatkan batik sesuai dengan keinginan kita, jangan lupa untuk merawatnya dengan baik, agar batik kita, khususnya batik tulis atau batik cap, tetap awet, cerah, dan nyaman dikenakan. Berikut ini adalah beberapa tips perawatan batik yang perlu diperhatikan :
  • Batik sebaiknya dicuci menggunakan lerak. Lerak biasanya dapat dibeli di pasar tradisional, namun saat ini sudah tersedia lerak cair di supermarket.
  • Jika batik tidak terlalu kotor, cukup dibilas dengan air hangat. Namun jika terdapat kotoran, cuci kocoran tersebut dengan sabun mandi atau kulit jeruk, dengan menggosokkan sabun atau kulit jeruk pada tempat yang kotor saja
  • Jangan mencuci batikdengan detergen
  • Jangan mengucek atau memelintir batik, karena akan melarutkan pewarnanya sehingga batik berwarna mbladus/pucat
  • Jemur batik pada tempat yang teduh, jangan dijemur di bawah terik matahari. Tarik ujung batik agar serat-seratnya tidak mengerut
  • Hindari penyetrikaan. Namun jia terpaksa harus disetrika, gunakan temperatur rendah,dan letakkan kain tipis antara batik dan setrika
  • Simpan batik di dalam plastik untuk menghindari ngengat. Jangan gunakan bola kamper/phenolphtalein ball, karena senyawanya dapat merusak batik
  • Sebulan sekali keluarkan batik dari lemari, angin-anginkan untuk menghilangkan debu dan ngengat, gantungkan di luar lemari kurang lebih selama 1 jam
  • Gunakan kertas roti untuk mengalasi batik jika disimpan di lemari. Jangan gunakan kertas koran karena tintanya dapat merusak batik.
  • Jangan semprotkan parfum atau eau de toilette pada permukaan batik sutera


  • Daftar Pustaka
  • http://id.wikipedia.org/wiki/Batik
  • Aep S. Hamidin (2010). Batik Warisan Budaya Asli Indonesia. Yogyakarta : Penerbit Narasi.
  • Abdul Aziz Sa’du (2010). Buku Panduan Mengenal dan Membuat Batik. Jakarta : Diva Press.
  • Kunjungan ke Museum Batik Kuno Danar Hadi, Surakarta

  • Foto-foto merupakan koleksi pribadi

    Tulisan ini diikutsertakan dalam Kontes Blog Berbatik dari www.berbatik.com.



    Thursday, January 03, 2013

    #LiburanLokal? Siapa Takut!



    Membaca kicauan @mrshananto pada akhir Desember 2012 yang lalu tentang #LiburanLokal, hati saya tergelitik untuk menulis opini ini, sebagai bentuk dukungan terhadap gerakan #LiburanLokal di Nusantara.

    Saya yakin, banyak yang kepingin pergi ke luar negeri untuk berlibur. Saya pun juga begitu. Dan saya percaya, dana yang saya miliki cukup untuk melakukan hal itu (apalagi setelah ikut kursus FinPlan-nya@mrshananto, jadi makin pede untuk menabung dana liburan, hihihi). Kendala saya hanya masalah jadwal, jadi untuk berlibur lebih dari 2 hari, persiapan di kantor pun harus matang, karena saya tidak ingin liburan saya terganggu.

    Tapi, akhirnya muncul pertanyaan, apakah yang namanya berlibur itu harus ke luar negeri? Apalagi kalau dalihnya "keluar negeri lebih murah daripada di dalam negeri". Coba kita hitung-hitung lagi. Kalau ke luar negeri, kenapa bisa lebih murah? Karena kita akan pakai tiket promo, menginap di hotel bintang 2 atau 3, terus ke mana-mana naik angkutan umum, atau pergi secara berombongan. Kalau kita melakukan hal yang sama di sini, pasti #LiburanLokal kita juga bisa hemat kok.

    Saya mulai belajar merencanakan #LiburanLokal secara hemat ketika saya sering berdinas keluar kota. Kebanyakan travelling saya adalah travelling abidin, alias "atas biaya dinas". Berhubung project yang saya tangani memiliki anggaran akomodasi yang pas-pasan, saya harus mencari hotel bintang 2 atau 3 untuk akomodasi. Dari sini saya belajar bahwa ada hotel-hotel murah dengan layanan yang baik, dan sebaliknya, tinggal di hotel mahal tidak menjamin kenyamanan saat bepergian. Sebagai contoh, Anda memilih menginap di hotel resort yang terletak di jalan menuju Kaliurang, padahal tujuan Anda ke Yogyakarta adalah pergi belanja ke Malioboro. Jadi musti keluar ongkos lagi khan? Belum lagi kalau di resort bintang 5, yang namanya internet seringkali tidak gratis. Kalau saya, saya akan memilih menginap di hotel budget yang bersih, nyaman dan aman, dekat keramaian (jadi tak perlu keluar ongkos terlalu besar), dan internetnya gratis.

    Bukan di Malibu tapi di Bukit Malimbu, Lombok

    Demikian juga dengan transportasi di tempat tujuan, saya berkesempatan mempelajari ada transport umum apa saja, murah atau tidak, nyaman atau tidak, dan praktis atau tidak. Beberapa kota di Indonesia memang belum memiliki transportasi umum yang memadai, sehingga seringkali kita harus menyewa kendaraan. Tapi bagi kota-kota di Indonesia dengan fasilitas transportasi umum yang memadai, walaupun mungkin kita harus sering naik taksi dari satu tempat ke tempat lain, namun jika dihitung-hitung bisa jauh lebih murah daripada sewa mobil seharian. Dari kedua hal ini, saya bisa merencanakan perjalanan #LiburanLokal saya atas biaya sendiri, biayanya bisa lebih hemat daripada kalau pakai tour, namun dengan standar kenyamanan dan keamanan yang tetap terjaga.

    Bukan di Eropa tapi di Tangkubanperahu
    Tentang tiket pesawat, kasusnya lain lagi. Memang betul, tiket murah dari low cost airline memungkinkan kita pergi ke mana-mana dengan biaya sangat ekonomis. Tapi saya orang yang butuh kenyamanan dalam naik pesawat : ruang tunggu yang nyaman, kabin pesawat dengan jarak tempat duduk agak longgar (secara kaki saya panjang), dan kelakuan penumpang lain yang tidak annoying. Oleh karena itu, airline favorit saya adalah airline plat merah yang warna catnya biru (ehm!). Mengingat harga tiketnya yang tidak murah (tapi berbanding lurus dengan segala kenyamanan yang diberikan, baik sebelum maupun saat terbang), ada beberapa trik yang saya lakukan untuk mendapat tiket murah airline tersebut : cari jam aneh untuk terbang, pesan jauh-jauh hari, atau manfaatkan poin program loyalti. Namun demikian, tidak ada yang salah dengan low cost airline, hanya kita perlu sadar bahwa ketika kita memilih menggunakan low cost airline, berarti kita sudah bersedia dan siap menerima sepaket konsekuensinya. Pada kenyataannya, beberapa destinasi #LiburanLokal favorit saya tidak dilayani oleh airline favorit saya, seperti Belitung dan Raja Ampat, sehingga saya pun harus menggunakan airline lainnya.


    Bukan di Bencoolen Street Singapura, tapi di Bengkulu (the real Bencoolen)
    Salah satu #LiburanLokal hasil travelling abidin saya adalah liburan keluarga ke Ranah Minang. Sudah lama saya bercita-cita liburan ke Sumatra Barat, tapi belum pernah menemukan alasan yang tepat untuk ke sana. Tahun 2007, saya berkesempatan untuk berdinas ke Bukittinggi, sehingga saya mendapatkan gambaran singkat mengenai suasana di Ranah Minang. Enam bulan kemudian, saya memprovokasi keluarga untuk berlibur ke Ranah Minang (tentunya dengan segala bujuk rayu dan daftar apa saja yang bisa dilihat di sana). Akhirnya provokasi saya berhasil, dan kami memesan tiket 3 bulan sebelumnya. Hasil akhir dari perjalanan ini memuaskan semua orang, karena apa yang kami peroleh selama liburan melebihi ekspektasi awal. #LiburanLokal ke Ranah Minang di tahun 2008 itu akan menjadi salah satu kenangan manis liburan kami.

    Bukan di Cina tapi di Sam Poo Kong, Semarang
    Bagi saya, liburan bukan cuman sekedar pindah tidur ke hotel mewah sambil berenang di kolam renangnya. Dalam liburan harus ada sesuatu yang baru, memiliki pengetahuan baru, atau menikmati/melakukan hal yang berbeda dengan rutinitas sehari-hari. Dan yang paling betul adalah liburan itu harus bebas dari urusan pekerjaan (namanya juga libur!). Kalau masih diganggu juga sama urusan kerjaan, itu namanya pindah tidur (atau lebih parah lagi, pindah kantor).

    Kembali ke urusan #LiburanLokal. Gara-gara dijadikan project officer pelatihan yang diselenggarakan di seluruh antero Nusantara, saya berkesempatan melihat banyak kota, baik di Pulau Jawa maupun di luar Jawa. Ternyata kata orang-orang memang betul, Indonesia memiliki kekayaan pariwisata yang sangat beragam. Dari perjalanan-perjalanan itu, menurut saya kalau kita ada niatan melakukan #LiburanLokal, pasti bisa! Di era informasi seperti sekarang ini, info liburan itu sangat banyak, tinggal tanya mbah Google, langsung keluar berbagai info tempat wisata, akomodasi, dan transportasi. Malas buka mbah Google? Di toko buku juga banyak buku2 panduan wisata dalam negeri hasil karya anak bangsa.

    Masih teringat dalam benak saya, ketika saya mewawancara seorang kandidat anggota tim pengajar di Surabaya. Suatu hari, dalam percakapan via messenger, sang kandidat (yang akhirnya terpilih sebagai anggota tim) bertanya, saya di Surabaya sudah ke mana saja? Menurut dia (yang notabene orang lokal), di Surabaya tidak ada obyek menarik selain mall dan wisata kuliner, paling banter Jembatan Suramadu. Saya bilang, saya sudah pernah ke Kebon Binatang Surabaya, Jembatan Suramadu hingga Bangkalan, Monumen Kapal Selam, Patung Joko Dolog, House of Sampoerna dan Surabaya Heritage Tour, Tugu Pahlawan,dan saat itu saya baru saja mengunjungi 4-Faced Buddha di Kenjeran, yang belum tinggal Museum Mpu Tantular. Sang kandidat hanya bisa berkata : Owww. Ternyata, permasalahan minimnya info #LiburanLokal bukan karena kita gak mau, tapi karena kebanyakan dari kita gak sadar kalau sebenarnya banyak hal menarik di sekitar kita yang berpotensi untuk dijadikan destinasi #LiburanLokal.


    Bukan di Eropa, tapi di Stasiun Tanjung Priok
    Oh ya, sebelum lupa. #LiburanLokal juga tidak berarti kita harus pergi keluar kota dan menginap. Lihat dulu di sekeliling rumah kita, jangan-jangan ada obyek yang menarik yang perlu disambangi. Misalnya bagi kita yang tinggal di Jakarta, sebelum pergi menjebakkan diri di tengah kemacetan Bandung untuk berlibur, sempatkan diri untuk mengunjungi Museum Nasional dengan gedung barunya. Atau yang tadinya berencana mau ke Malioboro tapi kehabisan tiket, tengok dulu Petak Sembilan dan Pasar Asemka, bisa jadi Anda menemukan hal menarik yang tidak akan Anda temukan di Malioboro. Keliling Kota Jakarta dengan busway atau KRL Commuter juga merupakan hal menarik yang bisa dicoba.
      
    Bukan di Smithsonian tapi di Museum Geologi, Bandung
    So, apa saja keuntungan #LiburanLokal? Bagi kita yang melakoninya, kita bisa dapat pengetahuan baru, pengalaman baru, teman-teman baru, networking baru. Di sisi lain, #LiburanLokal juga merupakan kesempatan untuk memajukan perekonomian bangsa dari industri pariwisata. Bayangkan dengan melakukan #LiburanLokal, akan meningkatkan pendapatan perusahaan transportasi domestik (mulai dari PT KAI, perusahaan penerbangan), akomodasi (terutama penginapan dan jaringan hotel domestik), rumah makan, tempat wisata, dan lain sebagainya.  Jangan lupakan juga pendapatan para penduduk setempat, mulai dari mereka yang berusaha di kaki lima, hingga para pegawai hotel bintang lima. Jadi, dengan #LiburanLokal, kita untung bangsa untung.