Thursday, June 13, 2013

Komplain Tidak Untuk Ditakuti

Posting ini berawal dari pengalaman saya hari ini, yang dikecewakan oleh oknum pengemudi dari perusahaan taksi terbesar di Indonesia. Hari ini saya memesan taksi melalui aplikasi ponsel untuk pukul 16.00. Ketika saya sedang berusaha mengetahui posisi taksi di aplikasi, tiba-tiba status pemesanan saya menunjukkan "done", berarti taksi sudah menyalakan argo, atau mengangkut penumpang. Buru-buru saya pergi ke parkiran, siapa tahu taksi ini hanya menyalakan argo. Tapi saya sangat kecewa, karena tidak menemukan taksi tersebut. Terpaksa saya memesan kembali taksi melalui aplikasi ponsel, dan sampai dengan 2 jam kemudian, saya belum berhasil mendapatkan taksi pengganti, bahkan perusahaan taksi tersebut "menyerah" dengan memberikan status "no taksi available". Ini semua gara-gara oknum pengemudi tersebut!

Karena hal ini, saya mengajukan komplain ke perusahaan taksi tersebut. Bagian layanan pelanggan menerima komplain saya, meminta maaf, dan mengatakan bahwa komplain saya akan ditindaklanjuti. Walaupun masih sangat jengkel karena saya sudah kehilangan waktu, dan rasanya saya sudah gatal untuk memposting service yang tidak memuaskan ini ke berbagai socmed atau bahkan mempostingnya melalui surat pembaca di surat kabar, namun saya mencoba menahan diri. Saya yakin, sesuai dengan reputasinya, perusahaan taksi ini akan menindaklanjuti laporan saya. Apapun tindakan yang dilakukan perusahaan taksi terhadap oknum pengemudi tersebut, itu kebijakan mereka. Namun bagi saya, perusahaan taksi tersebut telah mendapatkan laporan bahwa ada oknum pengemudinya yang bekerja tidak baik, sehingga ada pelanggan yang dikecewakan.

Dari kejadian ini, ada hal yang tiba-tiba terpicu kembali dalam ingatan saya. Inilah yang menjadi ide judul postingan saya ini : komplain tidak untuk ditakuti. Ya, hal ini kembali menyegarkan ingatan saya tentang materi yang diajarkan tim kami untuk para Operator SPBU, tentang bagaimana cara mengelola komplain pelanggan. Dan hari ini, saya ada di posisi pelanggan yang merasa dikecewakan dan merasa perlu melakukan komplain. Saya melakukan komplain bukan sekadar karena dikecewakan dan butuh tempat untuk marah-marah. Lebih dari itu, saya menyadari bahwa komplain adalah sebuah umpan balik. Komplain merupakan satu mekanisme bagi perusahaan untuk mengetahui apabila ada layanan mereka yang tidak sesuai dengan harapan pelanggan. Sebuah perusahaan yang mementingkan kepuasan pelanggan biasanya akan melayani komplain pelanggannya dengan baik. Walaupun memang dengan resiko pelanggannya akan marah-marah, bahkan mungkin hingga menghujat perusahaan tersebut, tapi sebuah komplain adalah indikasi bahwa pelanggan punya perhatian pada perusahaan, dan berharap perusahaan akan senantiasa mempertahankan dan meningkatkan kualitas layanannya.

Sebaliknya, jika perusahaan tidak pernah menerima komplain, tidak berarti bahwa selama ini layanannya baik-baik saja. Seringkali pelanggan hanya menggerutu sendiri, karena malas menyampaikan komplain. Ada beberapa hal yang menyebabkan hal ini. Mungkin karena pelanggannya memang malas, atau cara perusahaan menangani komplain yang kurang baik. Kalau pelanggan yang malas, kerugian ada di pelanggan, karena pelanggan menyia-nyiakan kesempatan untuk menyampaikan harapannya kepada perusahaan. Sebaliknya, ketika perusahaan kurang baik dalam menangani komplain, bukan tidak mungkin pelanggan akan menyebarkan informasi bahwa perusahaan tersebut tidak baik dalam menangani komplain, dan lebih lanjut, akan meninggalkan perusahaan tersebut dan beralih ke pesaing.

Saya sendiri pernah dikecewakan oleh sebuah hotel, yang menanggapi komplain saya dengan terkesan main-main. Waktu itu saya komplain karena ada orang yang menelfon saya subuh-subuh, minta dikirim wanita ke kamar. Edan! Padahal saya menginap di hotel (yang mengaku) syariah. Hotel syariah kok lebih parah daripada hotel abu-abu, di mana letak keamanan dan kesyariahannya, ketika tamu perempuan yang menginap sendiri dengan mudah mendapatkan intimidasi seperti ini? Ketika saya menyampaikan komplain, resepsionis malah mengatakan "mungkin teman ibu yang bercanda." Ini penanganan komplain macam apa? Masak anak buah saya yang dituduh melakukan ini? Karena komplain saya ditangani seperti ini, saya bertekad tidak akan menginap di hotel tersebut, dan saya akan menyarankan kepada teman-teman saya untuk tidak menginap di hotel tersebut, karena hotel tersebut tidak bisa menjamin keselamatan tamunya.

Dengan refleksi pengalaman saya ini, saat ini saya bisa memahami perasaan ketika ada orang yang mengirimkan komplain kepada perusahaan tempat saya bekerja. Setiap ada komplain yang masuk, membuat saya bertanya-tanya, barangkali memang ada tindakan kami yang belum sesuai dengan harapan pelanggan. Sebaliknya, ketika pelanggan kami tidak ada yang komplain atau memberikan umpan balik, saya malah jadi waswas, betulkah kami sudah melakukan sesuai harapan pelanggan? Atau jangan-jangan pelanggan tidak puas dan meninggalkan kami, pindah ke lain hati? Di sinilah baru terasa pentingnya komplain. Komplain bukan untuk ditakuti, karena komplain adalah salah satu mekanisme perusahaan untuk mendengar suara pelanggannya.

No comments: