Travel writing ternyata tidak semata-mata berbentuk trip guide, yang menuliskan tentang deskripsi tempat wisata, data-data teknis, dan cara menuju ke sana. Bentuk travel writing sangat banyak, namun yang dianggap sebagai jenis travel writing yang banyak dimuat di media adalah travel feature. Travel feature umumnya berbentuk artikel, dan diulas dari sudut pandang orang pertama, atau penulis sebagai pelaku perjalanan. Ciri khas dari artikel feature adalah sentuhan personal tentang aktivitas dan perasaan penulis selama melakukan perjalanan.
Sejak tahun 2005 saya membuat artikel travel writing, dengan menggabungkan ketiga hobi saya yaitu travelling, foto-foto, sama menulis. Namun saat itu artikel saya masih bercampur baur antara trip guide dan travel feature. Baru setelah saya mengikuti kursus travel writing di tahun 2009, tulisan-tulisan travelling saya menjadi semakin bervariasi. Artikel-artikel ini masih terbatas diterbitkan di majalah internal korporat, karena saya belum percaya diri untuk mengirimkan artikel-artikel saya ke media-media yang cakupannya lebih luas.
Saat saya bergabung dengan Komunitas Ibu-Ibu Doyan Nulis (IIDN) pada awal tahun 2011, di pertengahan tahun 2011 ada pengumuman kebutuhan penulis untuk proyek pembuatan Kamus Wisata Indonesia. Tertarik dengan proyek tersebut karena sangat berkaitan dengan travel writing, saya pun bergabung. Niat semula hanya menulis beberapa artikel tentang DKI Jakarta, namun karena masih banyak tulisan-tulisan yang dibutuhkan, pada akhirnya saya menulis tidak kurang dari 95 artikel untuk mensupport proyek tersebut. Pengalaman mengerjakan proyek Kamus Wisata Indonesia bersama Komunitas IIDN ini membuat pengalaman saya dalam travel writing menjadi lebih kaya, selain saya juga mendapat kesempatan berkenalan dengan ibu-ibu yang canggih dalam menulis.
Februari 2012, saya ikut kopi darat Komunitas IIDN wilayah Jabodetabek. Di sinilah untuk pertama kalinya saya bertemu sosok Indari Mastuti, pemilik Agensi Naskah Indscript Creative sekaligus pendiri Komunitas IIDN yang selama ini hanya saya temui di dunia maya. Sayang sekali, dalam acara kopi darat tersebut, saya belum berhasil bertemu Lygia Pecanduhujan, markom dari IIDN yang selama ini tulisan-tulisannya selalu berkibar di Komunitas IIDN. Usai acara, setiap peserta diminta untuk mengumpulkan proposal outline buku. Semula saya tidak terpikir untuk mengumpulkan karena sedang menunggu ide, namun desakan dari panitia yang terus menerus menelfon agar saya mengumpulkan proposal outline buku pun membuat saya akhirnya mengumpulkan proposal buku tersebut.
Sempat bingung, buku seperti apa yang mau saya buat berikutnya? Apakah buku ketrampilan? Saat itu ide saya sedang buntu, dan saya tahu sebuah buku ketrampilan membutuhkan usaha yang tidak sedikit, karena tidak hanya membuat tulisan, tetapi kita juga harus menyiapkan contoh barang dan fotografinya. Akhirnya setelah merenung beberapa lama, saya mendapat ide untuk menulis tentang Travel Writing. Ide ini muncul dari kenyataan di mana hingga saat ini sudah banyak guide book dan buku kisah perjalanan yang diterbitkan, namun belum banyak yang menulis mengenai cara menulis travel feature dan foto perjalanan secara komprehensif.
Gayung bersambut, kurang lebih 2 bulan kemudian, sebuah penerbit major sedang membutuhkan banyak naskah perjalanan, dan mbak Indari Mastuti membuat pengumuman proposal mana saja yang diterima penerbit major tersebut. Rupanya proposal buku Travel Writing saya ikut disetujui! Dalam waktu 1 bulan, saya ngebut menyelesaikan buku tersebut, dan menyerahkannya kembali pada Indscript Creative untuk ditindaklanjuti.
Sambil menunggu buku Travel Writing diterbitkan, saya kembali aktif memantau informasi di Komunitas IIDN. Kalau ada audisi antologi, iseng-iseng saya mencoba ikut, dan lebih sering tidak terpilih. Tapi tidak masalah, karena setelah saya pikirkan lagi, yang penting adalah menambah jam terbang, kalau tulisannya terpilih, itu bonus. Salah satu “bonus” yang akhirnya saya dapatkan adalah masuk sebagai kontributor buku Hot Chocolate for Broken Heart yang digawangi oleh markom IIDN Lygia Pecanduhujan. Selain informasi audisi antologi, saya juga menunggu informasi mengenai alamat-alamat media, khususnya media yang menerima artikel Travel Writing. Alhamdulillah, salah satu artikel perjalanan saya akhirnya diterbitkan di Republika edisi 10 Juli 2012.
Setelah 10 bulan menunggu, di akhir Februari 2013 saat yang dinanti-nanti tiba : Travel Writing 101 diterbitkan oleh Elex Media Komputindo! Saya pun menyebarkan berita gembira ini di Komunitas IIDN. Sebagai sarana untuk memperkenalkan buku ini, saya bekerjasama dengan Duta Buku IIDN untuk menyelenggarakan kuis. Melihat animo para peserta kuis, terlihat bahwa banyak ibu-ibu khususnya anggota Komunitas IIDN yang berminat untuk menulis karya travel writing, dan buku ini bisa menjadi jawaban atas keingintahuan mengenai travel writing tersebut.
Ya, walaupun selama ini travel writing lebih identik dengan para backpacker atau mereka yang bepergian ke tempat yang eksotik. Namun sejatinya, tidak ada batasan bahwa travel writing harus ditulis oleh kalangan tertentu, atau mengenai destinasi dengan kriteria tertentu. Bukan tidak mungkin para wanita yang tergabung dalam komunitas IIDN dapat memberikan sentuhan tersendiri pada artikel-artikel travel writing, khususnya melihat pengalaman suatu perjalanan dari sudut pandang wanita. Dan saya berharap, para anggota komunitas IIDN dapat turut menyebarkan virus Travel Writing ini, untuk bersama-sama menggugah para wanita dalam melakukan perjalanannya dan berbagi pengalaman perjalanan tersebut melalui travel writing.
Note: posting dimuat di http://iidn.satukan.com/2013/05/menyebar-virus-travel-writing-bersama-iidn/
No comments:
Post a Comment