Friday, September 21, 2007

Semalam di NAD

Pergi ke Aceh?? Gak pernah kebayang sebelumnya... apalagi kalau dengar cerita mengenai syariah Islam yang ditegakkan dengan sangat ketat, wah, wah, wah....Tapi ya begitulah, setelah sukses memberangkatkan 2 orang trainer ke wilayah Indonesia Timur (yang ternyata "nggak segitunya"), akhirnya tiba juga giliran para operator SPBU dari ujung Barat Indonesiauntuk mendapatkan training.

Berangkat naik Lion, waktu cek-in di Cengkareng 2 rekan perjalananku dengan gagah perkasanya mengangkat kardus-kardus berisi peralatan training (ceritanya sih mau ngirit biaya portir). Ehhh, pas ditimbang, ternyata 2 dari 5 kardus yang kami bawa itu beratnya 60 kg! Kata mas-mas yang jaga di counternya Lion, kasian kan yang angkat, jadi harus dikasih uang kopi, yah, tetep aja.... Setelah diitung-itung, kelebihannya aja 113 kg (padahal kita udah punya allowance sampe' 90 kg, buseeet....), jadi mesti bayar sekitar Rp 2,5 jt! Ya ampun, lebih mahal dari harga tiketnya...

Nunggu di ruang A-1, maaaak, pinuh pisang! Pasti ada yang delay... Akhirnya kita memutuskan untuk nunggu di luar. Di luar, pengumumannya agak kurang terdengar, sampe takut juga, jangan-jangan udah kelewat panggilannya. Dan ternyata, seperti yang sudah diduga, delay 45 menit (biasa....).

Perjalanan ke Aceh ditempuh dalam waktu 4 jam (sebenernya sih 3 jam, yang 1 jam untuk transit di Medan). Naik Lion?? Hhhh.... jarak antar tempat duduk cuman 20 cm!! Tapi gimana, for the sake of penghematan, gimana lagi... Akhirnya, dengan posisi kaki terjepit, dan duduk terjepit di 11E (dan terpisah dari 2 temanku yang lain), diriku menempuh perjalanan selama 3 jam di udara. Udah gitu, selama di pesawat, flight attendantnya "lumayan" cerewet, dikit-dikit ada pengumuman, tapi pengumumannya gak tuntas. Masak waktu turun di Medan, sama sekali gak ada pengumuman tentang yang transit untuk ke Aceh, jadi seolah-olah kita ini pesawat jurusan Jakarta-Medan, terus yang mau ke Aceh gak jelas, akan naik pesawat yang sama, atau pindah pesawat. Yang parahnya, pesawat belum mendarat dengan sempurna, masa' udah terdengar ada HP yang bunyi!! Please donk! Di Bandara Polonia, gak kalah kacau, antrian transit panjang banget, sampe' pada waktu kita masuk ruang tunggu, masih ngantri di X-Ray kedua, ehhh, udah dipanggil naik ke pesawat! Gak sempet window shopping neh!

Begitu mendarat di Bandara Sultan Iskandar Muda, liat kiri-kanan dulu, kok gak pada pake' kerudung ya? Oh, mungkin belum lewat "batas suci", hehehe. Di Bandara, setelah dijemput sama orang Pertamina (dan yang mana barang-barang kita yang begitu banyak ternyata cukup dalam 1 bagasi Kijang Innova... memang, Kijang tiada duanya...), kita ke kantor Pertamina Cabang Pemasaran Banda Aceh. Begitu memasuki batas kota, langsung deh, kerudungnya dipake (hahaha!). Setelah koordinasi kiri dan kanan, akhirnya kita berangkat ke Hotel Sulthan (konon satu-satunya hotel bintang 3 yang tersisa setelah tsunami, dan ternyata lumayan deket dari kantor Pertamina).

Setelah puas leyeh-leyeh di hotel, tibalah saatnya untuk ngabuburit. "Cilaka"nya, tadi pagi kan sahurnya masih ikut waktu Jakarta, bukanya kan harus ikut waktu setempat, which is 45 menit lebih lambat daripada Jakarta! Alamak! Jadilah, ngabuburit sore itu kita jalan-jalan ke Mesjid Baiturahman (yang ternyata nggak terlalu jauh dari hotel, jalan kaki paling 20 menit...). Tadinya sih mau cari ta'jil gratisan di mesjid, tapi kok gak ada tanda-tandanya ya?? Jam 18.00 WIB (di mana di Jakarta sudah waktu buka), masih terang donk... Akhirnya jam 18.40, kira-kira 5 menit sebelum buka, kita ber-3 udah nongkrong di tukang es campur di depan mesjid Baiturahman. Ditunggu-tunggu, kok nggak ada bunyi beduk atau adzan... Ternyata penanda waktu berbuka puasa-nya nggak pake' beduk, tapi pake' sirine, dan lama juga, ada kali 2-3 menit bunyi sirinenya sebelum adzan.

Balik ke hotel, shalat, terus jam 9 baru cari makan malam. Berhubung di deket hotel tidak ada yang jualan mie Aceh, akhirnya masuk aja ke tukang jualan sate Lamongan. Ternyata pas pesen soto, sotonya more spicy daripada yang di Jawa... Tapi suasananya emang... gimana gitu ya, mau berkeliaran sendiri rasanya nggak nyaman, apalagi pasti ketahuan bukan orang lokal (belum lagi k'lo pas apes, ditangkap gara-gara pergi sama bukan muhrimnya, wah, jangan sampe' deh...)

Besok paginya, sahur di hotel. Lumayan banyak pilihan, karena hotelnya nyediain buffet, dan yang sahur juga lumayan banyak, serasa jam breakfast aja. Pagi-pagi, tadinya dah SMS minta dijemput dari Pertamina, tapi kok gak dijawab-jawab ya? Akhirnya dengan gagah berani, kita jalan kaki ke Pertamina Cabang Banda Aceh (which is ternyata jauh, bo.... puasa gitu loh...), dan begitu sampai di Cabang Banda Aceh, untungnya mereka belum jadi ngirim mobil untuk menjemput....

Pembukaan training, biasa-biasa aja. Pesertanya juga keliatan gak bersemangat, entah karena bulan puasa, atau karena dasarnya emang begitu (padahal instrukturnya sudah cukup bersemangat...). Waktu break (yang tanpa coffee, karena lagi bulan puasa), aku turun ke lapangan parkir, khusus untuk memotret pompa dispenser model super jadul, seperti yang ada di foto sebelah.

Jam 12, aku meninggalkan 2 trainerku itu untuk kembali ke Jakarta. Begitu masuk airport Sultan Iskandar Muda, serasa udah sampe' di Medan.... langsung deh, kerudungnya dicopot (kembali ke dunia nyata, ehm...). Pulang ke Jakarta naik Garuda, wah, beda banget dari waktu berangkatnya. Jarak antar tempat duduknya lebih lebar, dapet konsumsi (yang bisa dibawa pulang, karena puasa gitu loh...), dan yang lebih menyenangkan lagi, antrian transitnya di Bandara Polonia gak separah Lion, jadi masih sempat mampir toko untuk beli Bolu Meranti (abis dari Aceh nggak bisa bawa apa-apa, karena gak jelas oleh-olehnya apa, masa' mau bawa ganja???). Udah gitu flight attendantnya gak terlalu cerewet, pengumuman seperlunya aja, dan cukup jelas (terutama buat penumpang transit, jadi jelas kita mesti ngapain). Memang, naik Garuda itu emang enak....

Mendarat nih di Cengkareng. Pas masih di atas, wah, syerem.... cuacanya berawan, entah jarak pandangnya berapa, pokoknya daratannya seperti tidak kelihatan. Udah gitu ada anak kecil yang rewel, hhh, suasananya jadi (makin) mencekam. Namun akhirnya kita mendarat dengan selamat di Cengkareng (dan paling tidak penumpang Garuda masih lebih "sopan", nggak terlalu banyak terdengar bunyi HP waktu pesawat belum berhenti di landasan...). Di ruang pengambilan bagasi, ternyata banyak counter-counter ta'jil gratis, dan alhamdulillah, terdengar adzan Maghrib... (karena tadi sahurnya di Aceh, jadi puasanya di"korting" 45 menit...)

1 comment:

Anonymous said...
This comment has been removed by a blog administrator.