Star Trek XI : The Future Begin mulai main di bioskop-bioskop di Indonesia sejak 9 Juni 2009. Dan di luar dugaan, "nasib"nya jauh lebih baik daripada "pada pendahulu"nya, reaksi publik sangat positif, karena selama beberapa minggu film ini tayang di bioskop, studio bioskop selalu terisi penuh, bahkan di hari kerja sekalipun. Entah apa yang membuat orang berminat untuk menonton, apakah karena penasaran (mengingat promonya yang sedemikian gencar), bosan dengan film yang "itu-itu aja", atau karena memang sudah lama merindukan kelanjutan dari Star Trek sejak terakhir Star Trek X beredar (dan saya cukup yakin dari sekian banyak penonton, mungkin maksimal hanya 40% yang beneran Trekker atau Trekkies, sisanya ya temen-temennya... :-) )
Dari berbagai review (dan spoiler) di milis Star Trek Indonesia, banyak yang pro, kontra, ataupun dua-duanya. Yang pasti, semua membandingkan film ST XI ini dengan serial dan film Star Trek yang universe-nya sudah dikenal sejak dulu. Bagi saya pribadi, secara sinematografis filmnya bagus (sangat mungkin ini yang bikin orang non-Trekker/non-Trekkies bisa menikmati filmnya). Dari ceritanya pun lumayan lah, gak terlalu berat sampai harus mikir, tapi gak terlalu cetek alias murahan. Dan yang lebih penting, ceritanya memang pantas untuk dijadikan film layar lebar.
Tapi k'lo dibandingkan dengan Star Trek Universe yang sudah dikenal sebelumnya... I miss so many things! Satu hal besar yang hilang dari film ini adalah "nyawa" Gene Roddenberry, orang yang bertanggungjawab atas lahirnya Star Trek. Sekian puluh tahun saya menonton Star Trek (bahkan hingga serial dan film yang dibuat saat Gene Roddenberry sudah tiada), "nyawa" itu selalu ada. Kalau kita simak baik-baik, Star Trek mencerminkan cita-cita Roddenberry akan sebuah alam semesta yang (hampir) ideal, di mana hampir semua serial dan film Star Trek menggambarkan tentang bagaimana nilai-nilai kemanusiaan berhadapan dengan semua permasalahan di alam semesta. Dan nilai ini nyaris hilang di film ST XI, yang bagi saya, akhirnya membuat ST XI lebih terlihat seperti film action (yang, sejujurnya, terlihat *sedikit* lebih sadis dibandingkan film-film Star Trek sebelumnya). But nothing wrong with that. Di beberapa artikel, JJ Abrams, sutradara ST XI memang menyatakan bahwa ia kurang menyukai membuat film yang slow pace, maka dia membuat ST XI dengan gaya yang cepat.
Saya juga sempat membaca sinopsis/spoiler dari Internet Movie Data Base, dan sekilas saya sempat "berburuk sangka", jangan-jangan nanti filmnya malah jadi seperti Star Wars, ups... Star Trek is not equal to Star Wars! Tapi setelah menonton sendiri filmnya, untungnya prasangka saya tidak terbukti... ST XI masih tetap sebuah "film Star Trek", karena (menurut saya) karakter, cerita dan dialog-dialognya masih "Star Trek banget".
Memang untuk jalan ceritanya, mungkin banyak yang mempertanyakan, kok kaya'nya beda sama 'universe' Star Trek yang kita kenal selama ini. Namun setelah membaca berbagai argumen, akhirnya saya menyetujui suatu kesimpulan bahwasanya ST XI ini bukan merupakan prequel dari ST:TOS yang kita kenal selama ini, tapi merupakan alternate universe, dan itu sah-sah aja siy.
Nonton ST XI juga membangkitkan banyak kenangan dari serial dan film Star Trek sebelumnya (walaupun mungkin hanya para Trekkers/Trekkies yang punya kenangan akan hal ini). Banyak adegan yang mengingatkan kita pada karakter di ST:TOS (Star Trek : The Original Series) atau dialog atau kejadian dari film-film sebelumnya. Misalnya saja ketika Kirk bertanya pada Sulu dia bisa berkelahi dengan apa, Sulu menjawab dia bisa main anggar (this one is funny, karena mengingatkan saya pada adegan Sulu di ST:TOS yang bermain anggar saat terjangkit virus). Dialog paling te-o-pe yang membuat saya mengenang kembali film-film Star Trek sebelumnya adalah dialog ketika Ambassador Spock (Leonard Nimoy) di planet bersalju berhadapan dengan Kirk (Chris Pine) yang tidak percaya bahwa Kirk dan Spock (akan) bersahabat baik : "I will, and always be your friend." Kalimat ini pernah diucapkan Spock (Leonard Nimoy) kepada Kirk (William Shatner) di Star Trek II, ketika Spock mengorbankan diri untuk memperbaiki warp core Enterprise NCC 1701 agar bisa melarikan diri dari ledakan pesawat Khan.
Yang kata orang-orang masih belum 'pas' adalah karakternya, karena katanya masih kurang mirip dengan karakter di ST:TOS yang asli. Well... secara yang main udah beda gitu loh, selain pastinya gak gampang, mungkin juga emang karena permintaan sutradara... Yang main Kirk (Chris Pine) dan Spock (Zachary Quinto) dari segi fisik lumayan mirip lah, k'lo dari segi karakter, Kirk-nya cukup 'Kirk' (cukup banyak adegan berkelahi dan wanita... hehehe...), cuman untuk Spock jadi agak terlalu emosional, karena as far as I know, Spock itu Vulcan yang selalu berusaha nunjukin bahwa dia itu logis banget, walaupun sesekali ditunjukin juga pergolakan emosinya dari sisi manusianya (mungkin ini yang mau diangkat sama sutradaranya). Yang paling gak mirip dari segi fisik adalah McCoy (perasaan Dr. Mc Coy di ST:TOS gak terlalu tinggi dan kecil, kok di ST IX dia tiba-tiba tinggi dan berbodi ya? Tapi kesinisannya sih dah lumayan mirip). Yang agak berlebihan mungkin Pavel Chekov (rasanya Chekov dulu logatnya gak berlebihan seperti itu, udah gitu secara fisik gak mirip), but I have to admit that he gives the fun side of the movie! Sedangkan yang karakternya paling nggak sama dari karakter aslinya adalah Montgomerry Scott, di mana Scotty-nya kurang Inggris banget... (no bloody 'bloody'...).
Ada beberapa fakta menarik di film ST XI ini :
1. Randy Pausch (alm), dosen yang terkenal dengan The Last Lecture, mendapat 1 peran figuran sebagai salah satu kru USS Enterprise
2. Christopher Doohan, putra dari James Doohan (alm.), pemeran Scotty, ikut main dalam film ini
Trivia-trivia lainnya bisa dilihat di sini.
Kesimpulannya, secara keseluruhan, film ini cukup bagus (4 dari skala 5), jadi kalau ada yang mau mengajak saya nonton lagi, boleh lah...
No comments:
Post a Comment