Saturday, February 05, 2022

[Travel Writing Mash-Up] The Many Faces of Indonesian Stone Guardian

Beberapa kebudayaan di Asia memiliki patung-patung penjaga gerbang. Patung-patung tersebut umumnya ditempatkan di gerbang tempat-tempat penting seperti candi, kuil, atau bangunan lain untuk melindungi tempat suci di dalamnya. Umumnya patung-patung penjaga ini dibuat dari batu, agar tahan terhadap cuaca. Terbukti, beberapa patung ini bertahan hingga berabad-abad. 

Patung penjaga gerbang yang banyak terdapat di kebudayaan Siwa dan Buddha di Indonesia adalah Dwarapala (Bahasa Sanskreta untuk “penjaga pintu”). Dwarapala umumnya digambarkan sebagai raksasa yang menyeramkan, berperawakan gemuk, digambarkan dalam posisi tubuh setengah berlutut dan menggenggam senjata gada. Di bangunan kuno, dwarapala banyak ditemukan di gerbang candi. Saat ini dwarapala banyak juga ditempatkan di bangunan-bangunan baru. 

Dwarapala di Candi Plaosan Lor

Di antara dwarapala yang ada di Indonesia, salah satu dwarapala yang unik adalah dwarapala yang terdapat di kompleks Candi Plaosan Lor. Berbeda dengan dwarapala pada umumnya yang menghadap ke arah luar, setiap pasang dwarapala di Candi Plaosan dibuat saling berhadapan. Salah satu patung memegang gada di tangan kanan, dengan tangan kiri tertumpang di atas lutut. Sedangkan patung yang lain memegang ular di tangan kanan, dengan gada dipegang di tangan kiri menghadap ke bawah. Dwarapala digambarkan memiliki ekspresi dengan mata melotot, taring besar, serta senyum tipis yang menyiratkan keramahan sekaligus ketegasan secara bersamaan. 

Dwarapala Raksasa di Singosari

Dwarapala terbesar di Jawa terdapat di Singosari, 200 meter dari Candi Singosari. Dwarapala ini terbuat dari batu andesit utuh setinggi 4 meter dengan berat 15 ton. Dwarapala ini memiliki keunikan gadanya menghadap ke bawah, serta memiliki ekspresi tersenyum. 

Dwarapala di Bali

Di Bali, dwarapala yang ada di gerbang-gerbang bangunan memiliki gaya yang berbeda dengan yang ada di Jawa. Dwarapala di Bali umumnya mengenakan kain poleng yang berwarna hitam putih. Dwarapala diyakini sebagai cerminan manusia yang akan memasuki tempat suci. Ekspresinya diharapkan dapat mengingatkan umat untuk berintrospeksi, membersihkan pikiran, perkataan dan perbuatan sebelum memasuki tempat suci. Tidak seperti di Jawa di mana dwarapala umumnya berbentuk raksasa kembar, dwarapala di Bali bisa terdiri dari pasangan tokoh seperti kakak adik Subali-Sugriwa, pasangan suami-istri Pan Brayut-Men Brayut, atau pasangan ayah dan anak Merdah-Tualen. Pasangan dwarapala Bali juga dapat mengikuti tatanan aturan atau tradisi di lingkungan setempat. 

Kiri: Patung Singa di Borobudur.
Kanan: Patung Singa di Vihara Mendur

Sedikit berbeda dengan di candi-candi lain, Candi Borobudur tidak memiliki dwarapala. Tetapi mereka memiliki patung singa, yang dipercaya sebagai symbol penjaga dharma atau ajaran Sang Buddha. Dalam kebudayaan kuno India, singa merupakan hewan yang dihormati. Patung Budha sebagai Manjusri digambarkan sedang menunggang seekor Singa Asia. Singa juga digunakan sebagai motif hiasan pada tempat duduk Bodhisattva, dan sepasang patung singa juga mulai diletakkan sebagai pelindung Bodhisattva. Singa dianggap memiliki kekuatan untuk menghalau kejahatan, sehingga singa diletakkan untuk menjaga gerbang. 

Salah Satu Pasangan Shishi di Klenteng Sam Poo Kong, Semarang

Selain dwarapala dan patung singa di Candi Borobudur, Indonesia juga memiliki berbagai jenis Shishi, atau patung singa penjaga gerbang khas kebudayaan Tiongkok. Shishi biasanya dibuat berpasangan dan menghadap ke arah luar. Di sisi kanan adalah patung shishi jantan yang menggenggam bola dunia, melambangkan kekuasaan atau kesuksesan. Sedangkan di sisi kiri adalah patung shishi betina yang mengasuh anak shishi, melambangkan kesuburan atau keluarga. 

Shishi memiliki bentuk seperti singa, karena pengaruh agama Buddha yang masuk di Tiongkok melalui Jalur Sutra. Walaupun saat itu orang Tiongkok sudah mengetahui bentuk fisik singa yang sebenarnya, pembuat Shishi mengombinasikan bentuk fisik singa dengan Qilin (sejenis binatang dalam mitologi Tiongkok) atau binatang-binatang lain dalam legenda Tiongkok hingga menjadi model Shishi yang kita kenal sekarang. 

Shishi di Museum Tanjungpandan, Belitung

Salah satu Shishi yang unik di Indonesia adalah Shishi yang terdapat di Museum Tanjungpandan. Shishi setinggi 1,5 meter ini semula “mengawal” rumah Kapitan Ho A Jun, kepala komunitas Tionghoa pertama pada tahun 1852. Bentuk dan gaya patung Shishi yang ada di museum ini berbeda dengan gaya patung sejenis yang pernah saya lihat di tempat lain. Jika patung Shishi umumnya memiliki ornamen yang detail dan kaya warna, patung Shishi ini justru sangat sederhana. Ini mungkin merupakan representasi masyarakat Tionghoa yang ada di Belitung berasal dari pekerja pertambangan yang sederhana.