Sebulan terakhir ini saya mengamati fenomena aneh dalam perjalanan menggunakan pesawat udara. Selama ini kita tahu (dan dalam logika kita) bahwa low cost airline seharusnya lebih laku dibandingkan full service airline (walaupun kita tahu juga, di antara perusahaan penerbangan yang mengaku "low cost", sebenernya ada perusahaan yang ngasih tarif nggak jauh beda dengan full service airline, cuman layanannya low cost... ironis bo...).
Tapi kurang lebih sebulan yang lalu, saya mencari tiket untuk Ibu saya yang mendadak harus mengunjungi kerabatnya di Jawa Tengah. Yang pertama kami lakukan adalah menelfon call center full service airline, yang konon memasang tarif tiket paling mahal, dengan asumsi mestinya tiketnya lebih mudah dicari, karena harganya lebih mahal dibandingkan tiket airline lain. Guess what? Tiket untuk hari itu hampir semua jadwal full booked, bahkan sampai kelas bisnis! Rasanya pengen nyeletuk, busyet... hari gini ternyata banyak juga yang naik pesawat mahal ya? (padahal airline itu punya banyak jadwal, dan hampir semuanya penuh, baru available di jadwal sore). Terus kita mampir ke loket airline yang (katanya) low cost carrier dengan harga premium, ehh... penuh juga! Akhirnya kita ke loket airline lain yang harganya lebih miring dibandingkan 2 airline sebelumnya, baru deh dapat tiket...
Kejadian serupa juga saya alami baru-baru ini saat memesan tiket untuk ke Surabaya, hampir semua penerbangan full booked/harus waiting list, padahal harga tiketnya juga nggak lagi murah. Baru saya sadar, tingkat kemahalan tiket pesawat sebuah airline ternyata tidak memiliki korelasi tertentu dengan tingkat occupancy pesawatnya... mau harganya mahal, tetep aja pesawatnya penuh, malah beberapa low cost carrier ternyata tidak selalu terisi penuh walaupun harganya 'agak' miring... kenapa ya?
No comments:
Post a Comment