Friday, May 22, 2009

Oleh-oleh dari Gunung Kareumbi

Beberapa waktu yang lalu, saya ikut orang tua saya ke Taman Buru Masigit Kareumbi untuk mengikuti Dies 45 tahun Perhimpunan Penempuh Rimba dan Pendaki Gunung Wanadri. Satu hal yang membuat saya berminat untuk melihat ke kawasan Masigit-Kareumbi ini terutama karena informasi bahwa wilayah itu sedang menjalankan Program Konservasi, dan akan dikembalikan ke tujuan awalnya kawasan ini dibuat, yaitu sebagai Kawasan Berburu.

Perjalanan dimulai dari Jakarta, masuk tol Cikampek-Purbaleunyi, dan keluar di pintu tol Cileunyi. Dari pintu tol itu kita menuju ke arah Cicalengka, kira-kira pada jarak 11 km dari pintu tol Cileunyi, ada tanda jalan menuju Curug Cindulang (rambunya cukup besar), kita belok ke arah Curug Cindulang. Jarak dari jalan raya Cicalengka ke kawasan Gunung Kareumbi kurang lebih 12 km, jadi kita akan melewati Curug Cindulang.

Kondisi jalan saat memasuki belokan ke Curug Cindulang lumayan bagus, hanya jalannya agak sempit, sehingga kalau 2 mobil berpapasan harus cukup sabar untuk saling bermanuver. Menjelang masuk ke kawasan Gunung Masigit-Kareumbi, jalan mulai berbatu, dan sinyal telpon seluler mulai hilang (sangat cocok bagi mereka yang mau menghilang sejenak dari keriuhan komunikasi), kecuali dari ProXL (itu pun katanya hanya di beberapa titik).

Kalau kita melihat sekilas di kawasan hutannya, kelihatannya pohonnya cukup rimbun, namun menurut keterangan beberapa pihak, masih ada beberapa titik gundul akibat illegal logging di masa lalu yang harus dihijaukan. Beberapa pihak bahkan sudah mulai ikut menghijaukan beberapa bukit secara massal, sebut saja ada hutan BNI dan bukit TOP (alumni sekolah St. Aloysius, Bandung). Banyaknya peminat ini membuat pengelola menjadi sedikit kewalahan sekaligus senang, karena berarti mereka harus menyediakan bibit dalam jumlah cukup untuk memenuhi permintaan tersebut. Kita juga bisa ikut serta dalam program Baby Tree ini dengan biaya Rp 50.000 untuk setiap pohon yang akan ditanam. Biaya ini akan digunakan untuk pemeliharaan setiap bibit pohon selama 5 tahun, sejak bibit pohon ditanam hingga pohon mencapai usia aman.

Salah satu bukit yang baru saja diresmikan adalah bukit Yusril Djalinus. Almarhum Yusril Djalinus (beliau wafat pada tanggal 2 Februari 2009) adalah seorang wartawan senior yang juga sekaligus komisaris majalah Tempo, dan beliau juga anggota Wanadri dari angkatan Pelopor, sehingga peresmian bukit ini menjadi salah satu agenda acara Dies 45 tahun Wanadri. Bukit ini rencananya akan ditanami 999 pohon, dan di atasnya akan dibangun saung untuk tempat beristirahat.

Rencana lain untuk kawasan Taman Buru Masigit Kareumbi adalah menjadikan kawasan itu menjadi kawasan berburu, sesuai peruntukannya saat tempat ini dibangun. Untuk itu, telah dibangun kandang rusa, di mana saat jumlah rusanya cukup, rusa akan dilepas ke hutan untuk dijadikan sasaran berburu. Kami sempat melihat-lihat ke kandang rusa. Mungkin ekspektasi saya terlalu berlebihan, karena saya pikir rusanya sudah cukup banyak (seperti yang sering kita lihat di kebun binatang atau Istana Bogor). Namun ternyata rusanya baru ada 6 ekor... kok dikit ya? Setelah diingat-ingat lagi, pihak pengelola kan sudah pernah bilang, kalau mau dijadikan kawasan berburu, masih harus menunggu 10 tahun lagi kok... sabar ya... :-)


Bagi mereka yang senang bertualang, di kawasan ini disediakan juga camping ground (lengkap dengan MCK) dan rumah pohon sebanyak 5 buah. Sayangnya, saya belum sempat melihat rumah pohon dari dekat, karena jaraknya yang lumayan jauh dari lokasi acara Dies dan harus memasuki kawasan yang penuh pohon.


Oh, ya, saya juga menemukan "barang aneh" di dekat kandang rusa, saya menyebutnya "Gazebo Doyong". Mungkin ini salah satu peninggalan pengelola kawasan Masigit-Kareumbi yang dulu, dan entah karena memang sudah rusak, atau kesalahan konstruksi saat membangun, gubuk ini tidak bisa berdiri tegak, dan kemiringannya mirip seperti menara Pisa.